Minggu, 02 April 2017

Asiyah, Permata dari Istana Firaun



Putri Cantik yang Membuat Firaun bahagia


          Namanya Asiyah binti Muzahim, wajahnya amat cantik memesona. Begitu pula kebaikan budinya yang dilengkapi dengan tutur kata sopan dan halus. Wajar saja jika Raja Firaun amat mencintai istrinya ini. Segala permintaan istrinya dikabulkan segera. Bahkan Raja yang sangat kaya ini tak segan membangun sebuah istana yang indah di tepi sungai Nil untuk menyenangkan hati sang istri. Awal pernikahan sungguh sangat membuat Firaun dan Asiyah tampak bahagia, mereka terlihat seperti pasangan yang serasi.
          Namun kebahagiaan ini tidak berjalan lama, Firaun mulai berubah, kembali kepada sifat aslinya. Ia yang sedang berada di puncak kekuasaannya bertambah sombong, dan semakin bertambah sombong. Tidak tanggung-tanggung, ia mulai menganggap dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah oleh seluruh rakyatnya. Bukan hanya itu, terhadap Asiyah-pun, Firaun mulai menunjukkan kesombongannya. Ia meminta istrinya menuruti semua kehendaknya tanpa terkecuali.
          Asiyah yang pada dasarnya memiliki akhlak yang baik, merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap suaminya, yang bukannya bertambah baik, malah bertambah buruk. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kehidupan pemimpin Negara Mesir yang tadinya dipenuhi kebahagiaan ini berubah menjadi suram. Asiyah merasa istananya tidak lagi senyaman dulu.
          Dalam hatinya, Asiyah ingin melawan, namun ia tahu ia tak memiliki cukup kekuatan untuk menentang suaminya. Ia hanya bisa bersabar dan berharap ada pertolongan untuknya.
           Dalam keadaan yang seperti ini, yang bisa dilakukan Asiyah hanyalah beribadah kepada Allah SWT dan berdoa tak putus-putus, di setiap malam ketika seluruh penghuni istana sudah tertidur nyenyak. Tak bosan, Asiyah mengulang doanya dan menjalaninya sebagai suatu ikhtiar (usaha) untuk memperbaiki nasibnya, dan berharap Allah Swt mau memberikan petunjuk kepada suaminya.

Awal Yang Sudah Kurang Baik Bagi Asiyah

          Sebelum menikah dengan Asiyah, Firaun (yang merupakan nama gelar Raja-raja Mesir) yang terakhir, sudah pernah menikah. Sepeninggal istrinya, Firaun yang sudah terkenal akan kekejamannya itu hidup seorang diri, dan ia berpikir untuk menikah lagi.
          Sementara itu, di sebuah daerah di dalam wilayah kekuasaannya, ada seorang gadis cantik yang baik budinya bernama Asiyah binti Muzahim. Asiyah tinggal bersama kedua orang tuanya, dan merupakan anak yang sangat berbakti. Asiyah masih keturunan keluarga Imran yang dimuliakan oleh Allah.
          Berita tentang kecantikan dan kebaikan budi gadis Asiyah terdengar kepada Firaun. Rupanya ia tertarik ingin menikahi Asiyah. Dia lalu mengutus menterinya, yang bernama Haman, untuk melamar Asiyah kepada orang tuanya.
          Orang tua Asiyah tidak begitu saja menerima lamaran Firaun. Mereka bertanya lebih dulu kepada sang puteri, “Wahai puteriku, maukah engkau menikah dengan Firaun?”
          Segera Asiyah menjawab dengan tegas tetapi sopan, “Maafkan saya, ayah dan ibu, tetapi saya tidak mau menikah dengan orang yang terkenal kejam dan sombong, lagipula dia ingkar kepada Tuhannya”.
          Betapa marahnya Firaun mendapat cerita dari Haman, bahwa Asiyah menolak lamarannya. Ia segera memerintahkan menangkap kedua orang tua Asiyah dan memasukkannya ke dalam penjara. Tentu saja mereka juga mengalami penyiksaan yang amat kejam.
          Asiyah dibawa menyusul kemudian. Di hadapannya diperlihatkan keadaan orang tuanya yang begitu menderita. Firaun dengan kesombongannya, berkata, “Wahai Asiyah, lihatlah keadaan orang tuamu. Apakah kamu tega melihat mereka disiksa? Nah, kalau kamu memang anak yang baik, kamu pasti tidak tega melihatnya bukan?”
          Asiyah terdiam. Hatinya bimbang dan sangat sedih.
          “Begini, jika kamu mau menerima lamaranku, kedua orang tuamu akan aku bebaskan segera. Tapi… jika kamu menolakku, aku tak segan-segan menyiksa keduanya bahkan membakar mereka hidup-hidup di depanmu. Bagaimana?” Firaun berkata lagi. Melihat Asiyah yang bimbang, ia tertawa keras-keras, yakin bahwa ia akan memperoleh keinginannya.
          Asiyah segera mohon petunjuk dari Allah swt sambil memejamkan mata. Ia lalu menjawab, “Baiklah, aku bersedia menikah denganmu. Tapi aku akan mengajukan syarat dan engkau harus menerima persyaratan ini. Bagaimana, adil bukan?”
          Firaun yang sudah terlanjur jatuh hati kepada Asiyah, tanpa diduga, bersedia mengabulkan persyaratan itu.
          Mau tahu, apa persyaratan yang diajukan Asiyah kepada Firaun?
          Ini dia,
1.    Firaun harus segera membebaskan kedua orang tua Asiyah
2.    Firaun harus membuatkan sebuah rumah yang indah dengan perabotan yang lengkap untuk kedua orang tua Asiyah
3.    Firaun harus menjamin kesehatan serta makan dan minum keduanya
4.    Asiyah bersedia menjadi istri Firaun, menemaninya hadir di acara-acara kenegaraan, tetapi menolak sekamar dengan Firaun.
Jika syarat-syarat ini tidak dipenuhi, Asiyah bersedia mati bersama kedua orang tuanya.
          Demikanlah, akhirnya Firaun bersedia menerima syarat yang diajukan calon istrinya itu. Kedua orang tua Asiyah segera dibebaskan dan mereka memperoleh apa yang dijanjikan oleh Firaun.
          Firaun dan Asiyah jadi menikah dan pernikahannya dirayakan dengan sangat megah. Namun, Asiyah tetap dengan keimanannya dan syarat-syarat yang dipenuhinya.
          Untuk menolong Asiyah, Allah menciptakan jin yang menyerupai Asiyah. Jin inilah yang masuk ke kamar Firaun dan menemaninya.

Bayi Musa dan kasih sayang Asiyah

          Firaun amat mempercayai para tukang sihir dan menteri-menterinya. Pada suatu hari, tukang sihirnya menyatakan bahwa akan ada seorang laki-laki yang melawan kekuasaan Firaun dan menggantikannya sebagai pemimpin Mesir. Alangkah cemas hati Firaun memikirkan hal ini.
          Ia begitu takut kekuasaanya dijatuhkan. Saking takutnya, ia kemudian memerintahkan semua bayi laki-laki yang lahir di wilayah kekuasaannya, harus dibunuh tanpa terkecuali.
          Di sebuah daerah di wilayah kekuasaannya, lahirlah seorang bayi yang kemudian diangkat Allah sebagai seorang nabi. Musa namanya. Ibu Musa adalah seorang yang beriman kepada Allah swt, itulah sebabnya ia berkeras menyembunyikan anaknya dan menolak membunuh anaknya.
          Karena takut keberadaan anaknya diketahui tentara Firaun, ibu Musa menempatkan bayinya di keranjang yang sudah dilengkapi dengan segala kebutuhannya, lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Perasaannya berat dan iapun melakukan ini demi keselamatan sang putera. Tak lupa ia berdoa, semoga Allah swt berkenan menolong dan melindungi anaknya. Ibu Musa yang bernama Arkha, membuat sendiri keranjang berbentuk kotak itu dari kayu kurma, bersama anaknya yang lain yang bernama Maryam.
          Ketika melepas Musa, Maryam tersedu. Ibunya memeluknya dengan lembut dan berbisik, “jangan cemas anakku, sesungguhnya Allah telah berjanji akan menjaganya dan mengembalikannya kepadaku, untuk kemudian dijadikan sebagai seorang Nabi bagi Bani Israil”.
          Maryam berusaha menghentikan tangisannya dan mengangguk.
          Ibunya berkata lagi, “Sekarang ibu akan pulang. Tolong engkau ikuti kemana keranjang kotak itu pergi. Jangan ada yang curiga dan melihat gerak gerikmu, ya?”
          Mendengar amanah yang akan ia jalankan, Maryam menjadi bersemangat. Ia mengangguk senang dan berjanji akan menuruti perintah ibunya.
          Tentang kisah memilukan ini, Allah mengisahkannya kembali dengan indah di Quran Surat Al Qashshash ayat 10 dan 11.
          “Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh, hampir saja dia menyatakannya (rahasia tentang Musa), seandainya tidak kami teguhkan hatinya, agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah).
          Dan dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, ‘Ikutilah dia (Musa)’, maka tampaklah olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya. “
          Sementara itu, aliran sungai Nil seakan membungkus keranjang berisi bayi Musa dan mengayunnya dengan lembut, hingga perlahan sampai di istana Firaun.
          Betapa terkejutnya Maryam, ketika para pengawal istana menemukan keranjang kotak berisi bayi adiknya. Mereka memungutnya dan membawanya kepada Asiyah yang sedang duduk-duduk di taman istana.
          Para pengawal dan dayang istana membuka keranjang kotak itu setelah diperintahkan oleh Asiyah. Betapa terkejutnya mereka semua ketika mendapati isi kotak itu adalah seorang bayi laki-laki yang sehat, tampan, dan lucu. Seketika itu juga dengan kehendak Allah, sinar keagungan bayi Musa memancar dan merasuki hati Asiyah serta semua yang ada di situ, sehingga timbul rasa kasih sayang mereka terhadap bayi Musa.
          “Aihh, lucu sekali bayi ini…” gumam Asiyah sambil meraih sang bayi dengan lembut dan membawanya ke dalam pelukan. Seketika bayi itu merasa nyaman di dalam dekapan Asiyah yang sangat keibuan.
          Para dayang dan pengawal pun mengagumi kelucuan bayi Musa, dan ingin ikut menggendongnya. Suasana taman istana yang cerah itu menjadi semakin hangat dengan hadirnya sang bayi.
          Tentang kisah yang indah ini, Allah swt berfirman,
          “Maka dia dipungut oleh keluarga Firaun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sungguh, Firaun dan Haman beserta bala tentaranya adalah orang orang yang bersalah” (Al Qashash ayat 8).
          “… AKu telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari Ku, dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (thaahaa ayat 39).

          Sayang sekali, ada seorang pengawal Asiyah yang melaporkan penemuan bayi itu kepada Haman. Haman tak tinggal diam. Dia segera melaporkan hal itu kepada Firaun yang tentu saja sangat murka mendengarnya.
          Firaun didampingi Haman, segera menuju taman istana. Dengan penuh amarah ia memerintahkan untuk merampas bayi yang sedang digendong Asiyah, dan segera membunuhnya.
          Asiyah tidak tinggal diam, dengan suara memohon, ia berkata kepada suaminya, “Wahai paduka, jangan menyakitinya. Barangkali kita bisa mengangkatnya sebagai anak kita. Lihatlah, ia begitu lucu dan menggemaskan”.
          Mendengar ucapan istrinya yang dia cintai, hati Firaun sedikit lunak. Bergantian ditatapnya istrinya dan bayi kecil itu. Sinar keagungan bayi Musa menerpa wajah Firaun. Kembali hati raja yang kejam itu melunak. Ia mulai merasa jatuh sayang pada bayi itu.
          Ia kemudian memerintahkan pengawal untuk membubarkan diri, tidak jadi menangkap bayi itu dan membunuhnya. Yang jengkel, justru si Haman karena usahanya gagal. Baiklah, ia berkata dalam hati, nanti pasti ada jalan.

          Tetapi ada satu masalah yang belum terpecahkan. Bayi Musa tidak mau menyusu kepada siapapun. Padahal ia tampak sudah lapar dan haus. Asiyah pusing memikirkannya, ia khawatir bayi itu jatuh sakit.
          Melihat hal itu, Maryam memberanikan diri mendekati istana. Ia berbisik kepada salah satu pengawal istana, “Hai, kamu mau aku kasih tahu? Ada seorang perempuan yang biasa menyusui bayi dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dia ini tidak mau dibayar mahal-mahal, asal cukup untuk keperluannya sehari-hari saja.”
          Pengawal itu terkejut dan berpikir, iya daripada si bayi kelaparan dan kehausan, kasihan.
          “Maukah kamu kupanggilkan perempuan itu? Moga-moga bayi itu mau menyusu padanya”, kata Maryam lagi.
          Pengawal itu segera pergi menemui Asiyah dan mendapat persetujuan untuk memanggil perempuan, calon ibu susu sang bayi.
          Allah swt berfirman,
          “Dan kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu, maka berkatalah dia (saudara perempuan Musa), ‘Maukah kutunjukkan kepadamu keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?’” (Al Qashash ayat 12).
         
          Alangkah gembiranya hati ibu Musa mendengar kabar itu, dia tak membuang waktu lagi, segera berangkat ke istana untuk menemui puteranya dan menyusuinya. Setelah menenangkan diri, Ibu Musa mulai menyusui anaknya yang dengan lahap menyambut kasih sayang dari ibu kandungnya itu.
          “Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. “ (Al Qashash ayat 13).
          Melihat bayi Musa dengan lahap menyusu kepada Ibu Arkha, Asiyah menjadi tenang dan ia menaruh hormat kepada perempuan itu.
          Demikianlah bayi Musa kemudian tumbuh sebagai anak laki-laki yang sehat dan cerdas. Asiyah sangat menyayanginya karena ia sendiri tidak melahirkan seorang anakpun.

Asiyah beriman kepada Nabi Musa

          Waktu berlalu dengan cepat, Musa tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, rajin, kuat dan gagah. Pada suatu hari, Musa berkelahi dengan seorang pemuda dari kaum Firaun sehingga pemuda itu meninggal dunia. Mendengar itu, Asiyah menjadi sangat cemas. Ia takut jika Musa dikenai hukuman oleh Firaun dan bala tentaranya yang terkenal kejam.
          Sementara itu Musa sudah melarikan diri sementara ke Negara Madyan, atas saran seorang pengawal Firaun yang beriman, yang bernama Hezkel. Kemudian Hezkel melapor pada Asiyah bahwa atas pertolongan Allah swt, Musa selamat dan sudah berada di Negara Madyan. Asiyah sangat bersyukur kepada Allah swt bahwa putera angkat kesayangannya itu terlepas dari hukuman.
          Di Negara Madyan, Musa menikah dengan salah seorang puteri nabi Syuaib yang bernama Shafura. Setelah cukup lama berselang, Musa membawa keluarganya kembali ke Negara Mesir. Di perjalanan ia diangkat sebagai Nabi oleh Allah swt, juga bersama dengannya diangkat sebagai Nabi, saudaranya Harun. Mereka mendapat tugas mendakwahkan agama yang benar kepada Firaun.

To be continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar