Putri
Cantik yang Membuat Firaun bahagia
Namanya Asiyah binti Muzahim, wajahnya
amat cantik memesona. Begitu pula kebaikan budinya yang dilengkapi dengan tutur
kata sopan dan halus. Wajar saja jika Raja Firaun amat mencintai istrinya ini.
Segala permintaan istrinya dikabulkan segera. Bahkan Raja yang sangat kaya ini
tak segan membangun sebuah istana yang indah di tepi sungai Nil untuk
menyenangkan hati sang istri. Awal pernikahan sungguh sangat membuat Firaun dan
Asiyah tampak bahagia, mereka terlihat seperti pasangan yang serasi.
Namun kebahagiaan ini tidak berjalan
lama, Firaun mulai berubah, kembali kepada sifat aslinya. Ia yang sedang berada
di puncak kekuasaannya bertambah sombong, dan semakin bertambah sombong. Tidak
tanggung-tanggung, ia mulai menganggap dirinya sebagai Tuhan yang harus
disembah oleh seluruh rakyatnya. Bukan hanya itu, terhadap Asiyah-pun, Firaun
mulai menunjukkan kesombongannya. Ia meminta istrinya menuruti semua
kehendaknya tanpa terkecuali.
Asiyah yang pada dasarnya memiliki
akhlak yang baik, merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap suaminya, yang
bukannya bertambah baik, malah bertambah buruk. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, kehidupan pemimpin Negara Mesir yang tadinya dipenuhi kebahagiaan ini
berubah menjadi suram. Asiyah merasa istananya tidak lagi senyaman dulu.
Dalam hatinya, Asiyah ingin melawan,
namun ia tahu ia tak memiliki cukup kekuatan untuk menentang suaminya. Ia hanya
bisa bersabar dan berharap ada pertolongan untuknya.
Dalam keadaan yang seperti ini, yang bisa
dilakukan Asiyah hanyalah beribadah kepada Allah SWT dan berdoa tak
putus-putus, di setiap malam ketika seluruh penghuni istana sudah tertidur
nyenyak. Tak bosan, Asiyah mengulang doanya dan menjalaninya sebagai suatu
ikhtiar (usaha) untuk memperbaiki nasibnya, dan berharap Allah Swt mau
memberikan petunjuk kepada suaminya.
Awal
Yang Sudah Kurang Baik Bagi Asiyah
Sebelum menikah dengan Asiyah, Firaun
(yang merupakan nama gelar Raja-raja Mesir) yang terakhir, sudah pernah
menikah. Sepeninggal istrinya, Firaun yang sudah terkenal akan kekejamannya itu
hidup seorang diri, dan ia berpikir untuk menikah lagi.
Sementara itu, di sebuah daerah di
dalam wilayah kekuasaannya, ada seorang gadis cantik yang baik budinya bernama
Asiyah binti Muzahim. Asiyah tinggal bersama kedua orang tuanya, dan merupakan
anak yang sangat berbakti. Asiyah masih keturunan keluarga Imran yang
dimuliakan oleh Allah.
Berita tentang kecantikan dan kebaikan
budi gadis Asiyah terdengar kepada Firaun. Rupanya ia tertarik ingin menikahi
Asiyah. Dia lalu mengutus menterinya, yang bernama Haman, untuk melamar Asiyah
kepada orang tuanya.
Orang tua Asiyah tidak begitu saja
menerima lamaran Firaun. Mereka bertanya lebih dulu kepada sang puteri, “Wahai puteriku,
maukah engkau menikah dengan Firaun?”
Segera Asiyah menjawab dengan tegas
tetapi sopan, “Maafkan saya, ayah dan ibu, tetapi saya tidak mau menikah dengan
orang yang terkenal kejam dan sombong, lagipula dia ingkar kepada Tuhannya”.
Betapa marahnya Firaun mendapat cerita
dari Haman, bahwa Asiyah menolak lamarannya. Ia segera memerintahkan menangkap
kedua orang tua Asiyah dan memasukkannya ke dalam penjara. Tentu saja mereka
juga mengalami penyiksaan yang amat kejam.
Asiyah dibawa menyusul kemudian. Di
hadapannya diperlihatkan keadaan orang tuanya yang begitu menderita. Firaun
dengan kesombongannya, berkata, “Wahai Asiyah, lihatlah keadaan orang tuamu.
Apakah kamu tega melihat mereka disiksa? Nah, kalau kamu memang anak yang baik,
kamu pasti tidak tega melihatnya bukan?”
Asiyah terdiam. Hatinya bimbang dan
sangat sedih.
“Begini, jika kamu mau menerima
lamaranku, kedua orang tuamu akan aku bebaskan segera. Tapi… jika kamu
menolakku, aku tak segan-segan menyiksa keduanya bahkan membakar mereka hidup-hidup
di depanmu. Bagaimana?” Firaun berkata lagi. Melihat Asiyah yang bimbang, ia
tertawa keras-keras, yakin bahwa ia akan memperoleh keinginannya.
Asiyah segera mohon petunjuk dari
Allah swt sambil memejamkan mata. Ia lalu menjawab, “Baiklah, aku bersedia
menikah denganmu. Tapi aku akan mengajukan syarat dan engkau harus menerima
persyaratan ini. Bagaimana, adil bukan?”
Firaun yang sudah terlanjur jatuh hati
kepada Asiyah, tanpa diduga, bersedia mengabulkan persyaratan itu.
Mau tahu, apa persyaratan yang
diajukan Asiyah kepada Firaun?
Ini dia,
1. Firaun
harus segera membebaskan kedua orang tua Asiyah
2. Firaun
harus membuatkan sebuah rumah yang indah dengan perabotan yang lengkap untuk
kedua orang tua Asiyah
3. Firaun
harus menjamin kesehatan serta makan dan minum keduanya
4. Asiyah
bersedia menjadi istri Firaun, menemaninya hadir di acara-acara kenegaraan,
tetapi menolak sekamar dengan Firaun.
Jika
syarat-syarat ini tidak dipenuhi, Asiyah bersedia mati bersama kedua orang
tuanya.
Demikanlah, akhirnya Firaun bersedia
menerima syarat yang diajukan calon istrinya itu. Kedua orang tua Asiyah segera
dibebaskan dan mereka memperoleh apa yang dijanjikan oleh Firaun.
Firaun dan Asiyah jadi menikah dan
pernikahannya dirayakan dengan sangat megah. Namun, Asiyah tetap dengan
keimanannya dan syarat-syarat yang dipenuhinya.
Untuk menolong Asiyah, Allah
menciptakan jin yang menyerupai Asiyah. Jin inilah yang masuk ke kamar Firaun
dan menemaninya.
Bayi
Musa dan kasih sayang Asiyah
Firaun amat mempercayai para tukang
sihir dan menteri-menterinya. Pada suatu hari, tukang sihirnya menyatakan bahwa
akan ada seorang laki-laki yang melawan kekuasaan Firaun dan menggantikannya
sebagai pemimpin Mesir. Alangkah cemas hati Firaun memikirkan hal ini.
Ia begitu takut kekuasaanya
dijatuhkan. Saking takutnya, ia kemudian memerintahkan semua bayi laki-laki
yang lahir di wilayah kekuasaannya, harus dibunuh tanpa terkecuali.
Di sebuah daerah di wilayah
kekuasaannya, lahirlah seorang bayi yang kemudian diangkat Allah sebagai
seorang nabi. Musa namanya. Ibu Musa adalah seorang yang beriman kepada Allah
swt, itulah sebabnya ia berkeras menyembunyikan anaknya dan menolak membunuh
anaknya.
Karena takut keberadaan anaknya
diketahui tentara Firaun, ibu Musa menempatkan bayinya di keranjang yang sudah
dilengkapi dengan segala kebutuhannya, lalu dihanyutkan ke sungai Nil.
Perasaannya berat dan iapun melakukan ini demi keselamatan sang putera. Tak
lupa ia berdoa, semoga Allah swt berkenan menolong dan melindungi anaknya. Ibu
Musa yang bernama Arkha, membuat sendiri keranjang berbentuk kotak itu dari
kayu kurma, bersama anaknya yang lain yang bernama Maryam.
Ketika melepas Musa, Maryam tersedu.
Ibunya memeluknya dengan lembut dan berbisik, “jangan cemas anakku,
sesungguhnya Allah telah berjanji akan menjaganya dan mengembalikannya
kepadaku, untuk kemudian dijadikan sebagai seorang Nabi bagi Bani Israil”.
Maryam berusaha menghentikan
tangisannya dan mengangguk.
Ibunya berkata lagi, “Sekarang ibu
akan pulang. Tolong engkau ikuti kemana keranjang kotak itu pergi. Jangan ada
yang curiga dan melihat gerak gerikmu, ya?”
Mendengar amanah yang akan ia
jalankan, Maryam menjadi bersemangat. Ia mengangguk senang dan berjanji akan
menuruti perintah ibunya.
Tentang kisah memilukan ini, Allah
mengisahkannya kembali dengan indah di Quran Surat Al Qashshash ayat 10 dan 11.
“Dan hati ibu Musa menjadi kosong.
Sungguh, hampir saja dia menyatakannya (rahasia tentang Musa), seandainya tidak
kami teguhkan hatinya, agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji
Allah).
Dan dia (ibu Musa) berkata kepada
saudara perempuan Musa, ‘Ikutilah dia (Musa)’, maka tampaklah olehnya (Musa)
dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya. “
Sementara itu, aliran sungai Nil
seakan membungkus keranjang berisi bayi Musa dan mengayunnya dengan lembut,
hingga perlahan sampai di istana Firaun.
Betapa terkejutnya Maryam, ketika para
pengawal istana menemukan keranjang kotak berisi bayi adiknya. Mereka
memungutnya dan membawanya kepada Asiyah yang sedang duduk-duduk di taman
istana.
Para pengawal dan dayang istana
membuka keranjang kotak itu setelah diperintahkan oleh Asiyah. Betapa
terkejutnya mereka semua ketika mendapati isi kotak itu adalah seorang bayi
laki-laki yang sehat, tampan, dan lucu. Seketika itu juga dengan kehendak
Allah, sinar keagungan bayi Musa memancar dan merasuki hati Asiyah serta semua
yang ada di situ, sehingga timbul rasa kasih sayang mereka terhadap bayi Musa.
“Aihh, lucu sekali bayi ini…” gumam
Asiyah sambil meraih sang bayi dengan lembut dan membawanya ke dalam pelukan.
Seketika bayi itu merasa nyaman di dalam dekapan Asiyah yang sangat keibuan.
Para dayang dan pengawal pun mengagumi
kelucuan bayi Musa, dan ingin ikut menggendongnya. Suasana taman istana yang
cerah itu menjadi semakin hangat dengan hadirnya sang bayi.
Tentang kisah yang indah ini, Allah
swt berfirman,
“Maka dia dipungut oleh keluarga
Firaun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sungguh,
Firaun dan Haman beserta bala tentaranya adalah orang orang yang bersalah” (Al
Qashash ayat 8).
“… AKu telah melimpahkan kepadamu
kasih sayang yang datang dari Ku, dan agar engkau diasuh di bawah
pengawasan-Ku.” (thaahaa ayat 39).
Sayang sekali, ada seorang pengawal
Asiyah yang melaporkan penemuan bayi itu kepada Haman. Haman tak tinggal diam.
Dia segera melaporkan hal itu kepada Firaun yang tentu saja sangat murka
mendengarnya.
Firaun didampingi Haman, segera menuju
taman istana. Dengan penuh amarah ia memerintahkan untuk merampas bayi yang
sedang digendong Asiyah, dan segera membunuhnya.
Asiyah tidak tinggal diam, dengan
suara memohon, ia berkata kepada suaminya, “Wahai paduka, jangan menyakitinya.
Barangkali kita bisa mengangkatnya sebagai anak kita. Lihatlah, ia begitu lucu
dan menggemaskan”.
Mendengar ucapan istrinya yang dia
cintai, hati Firaun sedikit lunak. Bergantian ditatapnya istrinya dan bayi
kecil itu. Sinar keagungan bayi Musa menerpa wajah Firaun. Kembali hati raja
yang kejam itu melunak. Ia mulai merasa jatuh sayang pada bayi itu.
Ia kemudian memerintahkan pengawal
untuk membubarkan diri, tidak jadi menangkap bayi itu dan membunuhnya. Yang
jengkel, justru si Haman karena usahanya gagal. Baiklah, ia berkata dalam hati,
nanti pasti ada jalan.
Tetapi ada satu masalah yang belum
terpecahkan. Bayi Musa tidak mau menyusu kepada siapapun. Padahal ia tampak
sudah lapar dan haus. Asiyah pusing memikirkannya, ia khawatir bayi itu jatuh
sakit.
Melihat hal itu, Maryam memberanikan
diri mendekati istana. Ia berbisik kepada salah satu pengawal istana, “Hai,
kamu mau aku kasih tahu? Ada seorang perempuan yang biasa menyusui bayi dengan
lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dia ini tidak mau dibayar mahal-mahal,
asal cukup untuk keperluannya sehari-hari saja.”
Pengawal itu terkejut dan berpikir,
iya daripada si bayi kelaparan dan kehausan, kasihan.
“Maukah kamu kupanggilkan perempuan
itu? Moga-moga bayi itu mau menyusu padanya”, kata Maryam lagi.
Pengawal itu segera pergi menemui
Asiyah dan mendapat persetujuan untuk memanggil perempuan, calon ibu susu sang
bayi.
Allah swt berfirman,
“Dan kami cegah dia (Musa) menyusu
kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu, maka berkatalah
dia (saudara perempuan Musa), ‘Maukah kutunjukkan kepadamu keluarga yang akan
memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?’” (Al Qashash ayat
12).
Alangkah gembiranya hati ibu Musa
mendengar kabar itu, dia tak membuang waktu lagi, segera berangkat ke istana
untuk menemui puteranya dan menyusuinya. Setelah menenangkan diri, Ibu Musa
mulai menyusui anaknya yang dengan lahap menyambut kasih sayang dari ibu
kandungnya itu.
“Maka Kami kembalikan dia (Musa)
kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati, dan agar dia
mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya. “ (Al Qashash ayat 13).
Melihat bayi Musa dengan lahap menyusu
kepada Ibu Arkha, Asiyah menjadi tenang dan ia menaruh hormat kepada perempuan
itu.
Demikianlah bayi Musa kemudian tumbuh
sebagai anak laki-laki yang sehat dan cerdas. Asiyah sangat menyayanginya
karena ia sendiri tidak melahirkan seorang anakpun.
Asiyah
beriman kepada Nabi Musa
Waktu berlalu dengan cepat, Musa
tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, rajin, kuat dan gagah. Pada suatu
hari, Musa berkelahi dengan seorang pemuda dari kaum Firaun sehingga pemuda itu
meninggal dunia. Mendengar itu, Asiyah menjadi sangat cemas. Ia takut jika Musa
dikenai hukuman oleh Firaun dan bala tentaranya yang terkenal kejam.
Sementara itu Musa sudah melarikan
diri sementara ke Negara Madyan, atas saran seorang pengawal Firaun yang
beriman, yang bernama Hezkel. Kemudian Hezkel melapor pada Asiyah bahwa atas
pertolongan Allah swt, Musa selamat dan sudah berada di Negara Madyan. Asiyah
sangat bersyukur kepada Allah swt bahwa putera angkat kesayangannya itu
terlepas dari hukuman.
Di Negara Madyan, Musa menikah dengan
salah seorang puteri nabi Syuaib yang bernama Shafura. Setelah cukup lama
berselang, Musa membawa keluarganya kembali ke Negara Mesir. Di perjalanan ia
diangkat sebagai Nabi oleh Allah swt, juga bersama dengannya diangkat sebagai
Nabi, saudaranya Harun. Mereka mendapat tugas mendakwahkan agama yang benar
kepada Firaun.
To be continued.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar