Minggu, 26 November 2017

Nabi Ya'qub Bapak Bani Israil

Dia adalah Ya’qub putra Ishaq bin Ibrahim AS. Ibunya bernama Rifqah binti Batutsil bin Nahur bin Azar. Para sejarawan menamainya Tarih. Nahur adalah saudara Ibrahim AS. Ya’qub AS adalah ayah dari dua belas orang anak, kepada beliaulah suku bangsa bani Isra’il dinisbatkan. Ya’qub diberinama Isra’il sebagaimana firman Allah berikut:
“Semua makanan adalah halal bagi bani Isra’il selain makanan yang diharamkan oleh Isra’il (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah, ‘(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bawalah dia jika kamu orang-orang yang benar.” (Qs. Ali ‘Imran: 93)
Para pengikut kitab Taurat menuturkan bahwa Allah menamai Ya’qub Isra’il. Dalam bahasa Ibrani berarti Ruh Allah. Ini maksudnya agar kita mengetahui bahwa Isra’il adalah nama lain Ya’qub AS, sebagaimana telah kami jelaskan, dan kepadanya bangsa Yahudi dinisbatkan.
Kisah kenabian Ya'qub as dimulai dengan kepergiannya ke Fadam Aram, Babylonia, Irak, atas perintah ibunya, Rifqah. Di sana dia tinggal sama pamannya, Laban. Paman Laban sayang banget sama Ya'qub. Kebetulan pamannya ini tajir banget dan dermawan pula. Ya'qub senang mencontoh kedermawanan pamannya.
Suatu malam Ya'qub bermimpi didatangi malaikat. Malaikat itu bilang kalau kelak Ya'qub akan dikaruniai anak cucu yang bakal memimpin daerah itu. Setelah itu beliau berjanji akan membangun sebuah rumah ibadah di situ.
Paman Laban mempunyai dua putri, namanya Layya dan Rachel. Ya'qub lebih tertarik kepada Rachel. Namun karena Layya lebih tua, pamannya menjodohkannya dengan Layya.
Ya'qub menyampaikan niatnya untuk menikahi Rachel. Pamannya menolak, dan mengajukan syarat. Jika Ya'qub ingin juga nikah dengan Rachel, ia harus mengabdi dengan menggembala kambing dan bertani di tanah milik sang paman selama tujuh tahun. Lama banget ya?
Karena rasa cintanya, Ya'qub memenuhi syarat itu. So... happy ending lah. Ya'qub bisa menikahi Rachel sebagai istri keduanya. Layya dan Rachel memiliki budak bernama Balhah dan Zulfa, yang diberikan pula kepada beliau untuk dinikahi. Nabi Ya'qub kemudian dikaruniai 12 anak dari 4 istrinya.
Dari Layya: Ruben/Rabil, Syam'un, Lawi/Levi, Yehuda, Yasakir, dan Zebulon.
Dari Rachel: Yusuf (kemudian jadi Nabi juga) dan Benyamin.
Dari Balhah: Daan dan Naftali.
Dari Zulfa: Jaad dan Asyir.
Dari asbath (anak cucu) ini kelak lahir beberapa nabi:
Dari asbath Levi: Nabi Musa, Harun, Ilyas, Ilyasa.
Dari asbath Yehuda: Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa.
Dari asbath Benyamin: Yunus.
Setiap putra nabi Ya’qub AS menjadi bapak dari anak cucu bani Isra’il. Para sejarawan menyatakan, masing-masing putra Ya’qub dikaruniai anak ketika beliau berada di Iraq, ketika tinggal bersama pamannya untuk menggembala domba, selain Bunyamin. Bunyamin dilahirkan setelah Ya’qub kembali ke tempat kelahiran beliau, di daerah Ka’an, Palestina.
Setelah 20 tahun tinggal bersama pamannya, Nabi Ya'qub kembali ke kampung halamannya. Saudaranya menyambut dengan 400 orang sehingga bikin dia lumayan ngeper. Maka dia mendoakannya serta menyiapkan hadiah yang banyak untuk melunakkan hati saudaranya.
Akhirnya mereka berbaikan. Sang kakak menyingkir ke gunung Sa'ir. Ya'qub tinggal di kota Hebron yang dikenal dengan nama Al Khalil.
Penglihatan Ya’qub AS terganggu karena terlalu sering memikirkan putranya, Yusuf AS, yang telah dianiaya oleh saudara-saudaranya. Namun, kemudian Allah mengembalikan penglihatannya setelah bertemu dengan Yusuf, setelah sekian lama berpisah, dan mengalami penderitaan dan kesedihan yang hebat. Hal ini seperti difirmankan oleh Allah, “Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub, lalu dia dapat melihat kembali.” (Qs. Yusuf: 96). Beliau bertemu kembali dengan Yusuf di Mesir. Ya’qub meninggal dunia pada usia 147 tahun, bertepatan dengan 17 tahun setelah berkumpul kembali dengan putra tercinta, Yusuf. Ya’qub berwasiat kepada Yusuf, agar jenazahnya dimakamkan bersama bapak  beliau, Ishaq. Dan, Yusuf pun melaksanakan wasiat itu. Beliau berjalan menuju Palestina dan memakamkan jenazah Ya’qub di sisi ayahnya  di sebuah gua di Hebron, kota al-Khalil.

Ayat-ayat tentang Nabi Ya'qub as:
QS Shad 45-47.

Minggu, 05 November 2017

Nabi Ishaq, Sang Putra Kedua Ibrahim

Saat Nabi Ibrahim as dan istrinya Sarah sudah sangat tua (Nabi Ibrahim sudah berumur 100 tahun, ngebayang nggak?), Allah memberikan berita gembira dan mengejutkan. Sarah hamil! Tak terbayangkan bahagianya pasangan suami istri itu.
Ketika lahir, anak mereka dinamai Ishaq. Ishaq tumbuh menjadi anak berperangai baik. Sejak remaja ia membantu ayahnya berdakwah di daerah Kana'an, Palestina. Allah mengangkatnya menjadi Nabi untuk masyarakat Kana'an.
Ketika ia sudah siap menikah, ayahnya menjodohkannya dengan seorang perempuan shalehat bernama Rifqah binti Bitawael bin Nahur. Lebih dahulu Nabi Ibrahim meminta seorang pelayannya pergi ke Harran, Irak, untuk menjumpai saudaranya, kemudian memilihkan jodoh terbaik bagi Ishaq. Nahur adalah saudara kandung Nabi Ibrahim. Ibrahim tidak menginginkan anaknya menikah dengan perempuan Kana'an, sebab mereka kebanyakan belum beriman dan kurang baik.
Pernikahan Ishaq dan Rifqah dikaruniai dua putra, Aisu (Al Ish) dan Ya'qub (Israil). Mereka lahir setelah 10-20 tahun pernikahan ayah dan ibunya. Ya'qub kemudian jadi nabi juga. Dari keturunannya itu lahirlah nabi-nabi dari kalangan Bani Israil.
Nabi Ishaq lebih dekat dengan Aisu karena ia anak sulung. Rifqah, sang ibu, lebih dekat dengan Ya'qub karena anak bungsu. Tapi bukan berarti beliau berdua pilih kasih lho.
Suatu hari Nabi Ishaq minta Aisu mengambilkan makanan untuknya. Tapi Ya'qub lebih cepat melayani ayahnya. Beliau senang sekali dan mendoakannya. Akibatnya Aisu jadi marah. Supaya nggak jadi ribut, Rifqah menyuruh Ya'qub pergi ke rumah bibi dan pamannya di Irak.

Ishaq hidup selama 180 tahun dan wafat di daerah Kan’aniy. Beliau dimakamkan di al-Khalil, Hebron, di sebuah gua, tempat Ibrahim dimakamkan.

Ayat-ayat tentang kisah Nabi Ishaq as:
QS Ash Shaffat 112-113, Shad 45-47, Hud 71-73.

Minggu, 22 Oktober 2017

Nabi Hud dan Angin Panas bagi Kaum Ad

Nabi Hud adalah utusan Allah yang dikirim kepada kaum 'Ad yang mendiami daerah Al Ahqaf. Menurut para ahli sejarah, daerah Al Ahqaf itu letaknya diantara Yaman dan Amman (Yordania) sampai Hadramaut dan Asy Syajar. Allah mengutus Hud pada satu kabilah besar bangsa 'Amaliq (suku bangsa yang tinggal di sebelah utara Palestina kuno-terj) yang disebut dengan kabilah atau kaum 'Ad. Berkenaan dengan kaum 'Ad al-Qur'an menuturkan:
"Kaum 'Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka berkata: 'Mengapa kamu tidak bertakwa?" (Qs. As-Syu'ara': 123-124)
Kaum 'Ad adalah salah satu kabilah Arab yang telah punah, keturunan dari Sam bin Nuh. Kaum ini dinamakan dengan 'Ad sebab dinisbatkan pada salah seorang kakek mereka, yaitu 'Ad bin 'Iwadh bin Arim bin Sam.
Sebenarnya 'Ad adalah nama seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan kuat. Tingginya sampai seratus hasta. Saking gedenya, kepalanya terlihat seperti kubah dan kedua matanya bagai pintu dua buah kota. Ad dan anak cucunya membangun sebuah kota dengan tiang-tiang yang kokoh, diberi nama Iram.
Kaum 'Ad membentuk keluarga dan membuat ciri biar ketahuan jelas keluarga 'Ad-nya. Soalnya mereka bangga banget dengan silsilahnya. Tanda itu ada di dahi dan ubun-ubun. Mereka terkenal bukan hanya karena kekuatan fisik, tapi juga karena kecerdasannya. Sayang banget mereka malah kufur dan suka menyembah berhala. Berhala yang mereka sembah ada tiga yaitu: Shada', Shamud, dan Al Haba'.
Nabi Hud juga termasuk kaum 'Ad dan berasal dari keluarga terhormat. Secara fisik dan intelektual ia juga memiliki ciri-ciri istimewa kaum 'Ad. Namun wajahnya ramah dan ceria.
Silsilah Nabi Hud
Dia adalah Hud AS putra Abdullah bin Rabbah bin al-Khulud bin 'Ad, kakek buyut kaumnya. Nasab beliau bersambung hingga ke Sam bin Nuh AS. Nasab ini berdasarkan keterangan yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Ishaq menyebutkan nasab keturunan Hud yang berbeda dengan nasab di atas.
Pekerjaan kaum 'Ad adalah petani pengolah tanah yang ulet. Nggak heran tanahnya jadi subur sekali. Mereka jadi kaya raya dan makmur. Mereka gemar membangun gedung-gedung mewah di kota. Oleh Allah mereka dikaruniai harta benda dan kemewahan dunia.
Fisik kaum 'Ad sangat kuat dan tempat tinggal mereka sangat besar dan kuat. Jika mereka berjalan, tanah yang ada di bawah telapak mereka akan bergetar karena menyangga bobot mereka yang berat. Mereka ibarat gunung karena saking tinggi dan besarnya. Namun, mereka tertipu oleh kekuatan tersebut dan sombong kepada Allah.
Sayang banget mereka jadi sombong dan belagu. Boro-bor mau bersyukur. Sukanya saling menyombongkan diri, suka saling memfitnah, dan menurutkan hawa nafsu. Mereka juga hobi banget berantem.
Yang nyebelin lagi, mereka malah menyembah berhala yang mereka anggap sebagai perantara Tuhan, katanya sih bisa memberi syafaat/pertolongan ke mereka. Nama berhalanya Shada, Shamud, dan Al Haba.
Nabi Hud tidak bosan berdakwah kepada mereka. Tapi pemimpin-pemimpin mereka malah mencela dan menghina Nabi Nuh dengan kata-kata kasar dan tidak sopan. Mereka tetap nggak percaya kalau Nabi Hud itu nabi beneran!
Allah kemudian menurunkan azab awalan kepada kaum 'Ad. Daerah mereka yang tadinya subur, banyak hujan, sekarang tandus. Allah memberhentikan hujan selama 3 tahun. Huaaa... kering banget kan?
Dasar mereka memang wataknya keras dan sombong. Sudah ditimpa musibah begitu, mereka tetap saja nggak beriman. Meski Nabi Hud juga tetap gigih menyeru.
Mereka mengirimkan utusan dipimpin Qil bin 'Anzah untuk meminta hujan ke tanah Haram. Di tengah jalan mereka ketemu seseorang bernama Mu'awiyah bin Bakar.
Dasar dodol, mereka malah berpesta minuman keras dan menonton tarian syahwat dari budak-budak perempuan. Qil bin 'Anzah lah yang pertama ingat misi mereka sebenarnya.
Di perjalanan, Qil bin 'Anzah melihat tiga gumpalan awan. Warnanya ada yang putih, merah, dan hitam. Tiba-tiba terdengar suara dari langit, "Kamu pilih awan yang mana?"
Qil yakin kalau awan hitam itu berisi mendung yang akan menghasilkan hujan. Maka dengan pedenya dia memilih awan hitam.
Awan hitam itu sampai di Iram. Ada seorang perempuan yang pertama melihatnya, malah berteriak keras sampai pingsan. Ia bilang, "Aku lihat angin yang bertiup kayak bola api yang dikawal beberapa laki-laki!"
Kaum 'Ad mengira itulah awan hujan. Mereka nggak percaya perkataan Nabi Hud kalau itu azab Allah.
Allah mengirim awan yang sangat tebal dari langit. Tatkala kaum 'Ad melihat awan itu mereka senang dan bergembira, dan mengira akan turun hujan lebat. Mereka menyangka Allah telah melimpahkan rahmat-Nya dan mengabulkan permohonannya. Ketika awan tersebut menjadi gelap, mereka melihat awan itu sangat hitam legam, lalu angin menerpa mereka .
Benar juga. Angin keluar semakin kencang dari awan hitam itu, berupa halaqih yaitu angin yang dingiiiin sekali dan sama sekali nggak bawa hujan.
Angin dingin itu mematikan. Ibaratnya orang masuk ke guapun, angin itu akan tetap nguber orang itu sampai membunuhnya.

Finally, Allah mengazab kaum 'Ad dengan azab yang lebih pedih. Ditiupkan angin kencang yang panas selama delapan hari tujuh malam. Saking panasnya, angin itu bisa membakar manusia! Kaum Ad itu semua binasa. Mayat-mayat beterbangan dan bergelimpangan di tanah yang tadinya subur makmur itu.
Akan halnya Nabi Hud dan kaumnya sebelumnya telah diam-diam meninggalkan daerah itu. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Nabi Hud menjauhi kaum Ad dan menetap di Mekkah hingga wafat dan dimakamkan di sana.
Allah memerintahkan Nabi Hud dan orang-orang yang beriman untuk menyelamatkan diri melewati sebuah dermaga. Ajaib sekali, ketika mendekati dermaga tersebut, angin berubah menjadi lembut dan sejuk.
Nabi Hud dan orang-orang mukmin berhasil meninggalkan Iram. Beliau hidup hingga seratus lima puluh tahun setelah kejadian itu. Beliau dimakamkan di Hadramaut.
Beliau wafat pada usia 472 tahun. Jenazahnya dimakamkan di sebelah timur Hadramaut.

Ayat-ayat yang mengisahkan Nabi Hud as. dan kaum 'Ad:
QS Al A'raaf 65, Hud 50, Asy Syuaraa 128-135, Hud 52, Al Haqqah 6-8.

Minggu, 13 Agustus 2017

Nabi Shaleh dan Unta Ajaib

Nabi Shaleh as masih keturunan Sam bin Nuh as. Dia diutus Allah swt untuk berdakwah kepada kaum Tsamud yang masih sama-sama keturunan Sam bin Nuh. Silsilahnya Shaleh bin Abaid bin Asaf bin Masyih bin Abid bin Hadzir bin Tsamud bin Shaleh bin Arfashad bin Sam bin Nuh. Kalau silsilahnya Tsamud itu: Tsamud bin 'Ad bin Irmi bin Shaleh bin Arfashad bin Sam bin Nuh. Coba deh kamu bikin silsilah keluargamu, ribet nggak?
Dia adalah Shaleh putra ‘Ubaid bin Asaf. Nasabnya bersambung hingga Sam bin Nuh. Shaleh diutus oleh Allah pada satu kabilah Arab yang telah punah, yaitu kabilah Tsamud. Kabilah ini dinamakan Tsamud karena dinisbatkan pada salah satu kekek mereka yang bernama Tsamud bin ‘Amir, salah seorang putra Sam bin Nuh.
Menurut satu pendapat, bangsa Arab yang hidup sebelum nabi Isma’il AS disebut Arab al-‘Aribah. Mereka terdiri dari banyak kabilah, di antaranya Tsamud, Jurhum, Madyan, Qahthan, dan seterusnya.
Adapun bangsa Arab Musta’ribah adalah anak keturunan Isma’il bin Ibrahim. Jadi, nabi Isma’il adalah orang pertama yang menggunakan bahasa Arab fushha yang baligh. Beliau mempelajari bahasa Arab dari kabilah Jurhum yang hidup bersama ibunya, Hajar, di Mekah.[1] Ini artinya kabilah Tsamud ada sebelum Isma’il AS dan mereka termasuk bangsa Arab al-‘Aribah.
Tempat tinggal kaum Tsamud
Pemukiman kaum Tsamud berada di daerah Hijr, karena itu Allah menamai mereka dalam al-Qur’an Ashab al-Hijr (penduduk kota Hijr). Allah berfirman:
Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota al-Hijr telah mendustakan rasul-rasulnya. Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya.” (Qs. Al-Hijr: 80-81)
Adapun daerah Hijr sendiri terletak di antara Hijaz dan Syam. Daerah ini sering dilewati oleh para musafir yang melalui jalur darat. Daerah ini sekarang terkenal dengan nama “Fajj an-Naqah”. Peninggalan purbakala berupa bangunan kaum Tsamud masih ada hingga kini dan dinamankan “Mada’in Shaleh” (Kota-kota nabi Shaleh).
Al-Mas’udiy berkata, “Bangunan-bangunan kaum Tsamud masih tersisa dan peninggalan mereka terlihat di jalur yang dilewati orang dari Syam. Hijr kaum Tsamud berada di sebelah tenggara Madyan, berdekatan dengan teluk al-‘Aqabah.”
Asal-usul kaum Tsamud
Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan asal-muasal kaum Tsamud dan kapan mereka ada. Sebagian sejarawan berpendapat, kaum Tsamud adalah sisa kaum ‘Ad yang masih hidup. Sejarawan lainnya menyebutkan, bahwa kaum Tsamud merupakan sisa dari suku bangsa ‘Amaliq yang bermigrasi ke daerah Hijr melalui jalur selatan Furat.
Sebagian sejarawan orientalis berpendapat bahwa kaum Tsamud adalah bangsa Yahudi yang tinggal di sekitar wilayah Hijr dan belum masuk ke daerah Palestina. Pendapat orientalis ini keliru, karena bangsa Yahudi belum dikenal kecuali setelah Musa AS keluar bersama bani Isra’il dari negeri Mesir. Bagaimana mungkin kaum Tsamud itu bangsa Yahudi?
Pendapat yang paling shahih adalah bahwa kaum Tsamud adalah orang-orang Arab dari kaum ‘Ad yang masih tersisa. Pendapat ini diperkuat dengan firman Allah melalui lisan nabi-Nya, Shaleh AS:
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikanmu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Qs. Al-A’raf: 74)
Ibnu Katsir menulis: “Mereka adalah kabilah terkenal yang disebut Tsamud sesuai dengan nama kakek mereka, Tsamud saudara Judais. Kaum Tsamud termasuk bangsa Arab al-‘Aribah yang tinggal di daerah Hijr, yang terletak di antara Hijaz dan Tabuk. Rasulullah pernah melewati tempat ini ketika beliau pergi ke Tabuk bersama kaum muslimin. Di saat mereka sampai di Hijr di sekitar bekas pemukiman kaum Tsamud, orang-orang meminta minuman dari tempat (periuk) yang dulu digunakan oleh kaum Tsamud. Mereka membuat adonan dan memasak dengan alat itu. Ketika Rasulullah mengetahui kejadian itu, beliau menyuruh mereka menumpahkan air yang ada dalam periuk-periuk itu dan memberikan adonannya kepada unta. Beliau kemudian melanjutkan perjalanan hingga sampai ke sebuah sumur yang biasa digunakan untuk memberi minum unta, Rasulullah berkata pada para sahabat –seperti tertuang dalam as-Shahihain--, “Jangan masuk ke (tempat-tempat) orang yang telah diazab ini, kecuali kalian menangis. Jika kalian tidak menangis, maka jangan masuk ke tempat mereka (karena aku khawatir) kau akan terkena azab yang telah mereka rasakan.” (HR. Bukhari Muslim)
Adapun tentang kapan masa keberadaan kaum Tsamud tidak diketahui dengan pasti. Hanya saja, yang jelas mereka ada setelah kaum ‘Ad, seperti keterangan ayat di atas, sebelum tahun miladiyah (kelahiran ‘Isa) dan sebelum zaman Musa AS. Hal ini berdasarkan argumen pernyataan seorang mukmin dari keluarga Fir’aun yang mengancam kaumnya dengan azab Allah:
Dan orang yang beriman itu berkata, ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaaan kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hambanya.” (Qs.  Ghafir: 30-31)
Di antara tokoh yang menolak pendapat orientalis, yang menyatakan bahwa kabilah Tsamud berasal dari bangsa Yahudi, adalah Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar dalam bukunya, Qishash al-Anbiya’.
Kaum Tsamud tinggal di daerah Hadramaut, yaitu daratan antara Yaman dan Syria. Sebagian menafsirkan daerah itu bernama Wadil Qura, sebagian lagi mengatakan desa Al Hijr adalah tempat tinggal kaum Tsamud.
Mereka jago banget bertani, beternak, dan membuat bangunan. Mungkin kalau sekarang namanya insinyur pertanian, peternakan, dan sipil kalee. Kaum Tsamud hidup makmur dan mewah.
            Bentuk fisik mereka juga tangguh dan kuat. Umurnya sangat panjang. Awalnya mereka membangun rumah dari pohon dan cabang-cabangnya, tapi suka keburu roboh duluan. Mereka jago memahat gunung batu menjadi bangunan yang cantik. Rumah mereka banyak berdiri di tebing-tebing pegunungan yang cantik.
            Sayangnya mereka suka foya-foya, berzina, dan berlaku zalim. Hukum yang dipakai adalah hukum rimba, siapa yang kuat, dia yang menang.           
            Mereka mencari Tuhan, namun sayangnya keliru menemukan tuhannya. Mereka membuat Tuhan dari barang-barang karya cipta sendiri. Jadilah mereka penyembah berhala.
            Waktu Nabi Shaleh as mencoba mengingatkan, mereka malah balas mencemooh. Mereka minta Nabi Shaleh menunjukkan, kayak apa sih wujud Tuhan itu. Mereka juga mengatakan kalau Nabi Shaleh itu udah gila, kena sihir, atau kesurupan.
            Karena itu Nabi Shaleh berdoa kepada Allah, mohon diberi mukjizat. Allah memerintahkan Nabi Shaleh memukulkan tangannya pada sebuah batu besar. Subhanallah... muncullah seekor unta USYARAH (UNTA YANG BERUMUR DELAPAN SAMPAI SEPULUH BULAN) yang gemuk dan bagus. Kandungan susunya juga banyak. Unta betina itu malah langsung melahirkan anaknya di situ.  Langsung deh kaumnya berdecak kagum. Bahkan seorang tokoh masyarakat bernama Jundu bin 'Amr langsung menyatakan keimanannya, saking takjubnya.
            Nabi Shaleh sudah bilang jauh-jauh hari, jangan ada yang mengganggu itu unta. Soalnya itu unta kan mukjizat dari Allah. Takutnya kalau unta itu diganggu, Allah akan murka.
            Sejak itu sang unta hidup berpindah-pindah kemana dia suka. Setiap hari ada saja orang yang mengambil susunya. Herannya, susu unta itu tetap banyak, malah nggak habis-habis.
            Unta itu dan anaknya suka minum air di telaga. Bahkan menghabiskan isi telaga itu. Ajaibnya air danau itu naik lagi dengan sendirinya. Unta itu setiap berangkat dan pulang dari danau selalu lewat jalan yang beda-beda.
Kenapa unta menjadi mukjizat nabi Shaleh?
 Unta nabi Shaleh memiliki beberapa mukjizat menakjubkan yang benar-benar menunjukkan kebenaran beliau. Unta tersebut merupakan tanda kekuasaan yang agung dan mukjizat bersinar dari sisi Allah. Letak kemukjizatan unta nabi Shaleh di antaranya:
Pertama: unta tersebut keluar dari batu besar yang nota bene adalah benda mati. Bagaimana mungkin binatang lahir dari batu?
Kedua: unta tersebut minum seluruh air minum kabilah “Ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari tertentu.” (Qs. As-Syu’ara’: 155). Seekor unta yang menghabiskan air minum satu umat merupakan suatu yang menakjubkan.
Ketiga: unta nabi Shaleh memberikan susu perah kepada seluruh kabilah menurut kadar air yang diminumnya. Ini juga merupakan suatu yang menakjubkan.
Imam ar-Razi berkata, “Ketahuilah, al-Qur’an mengindikasikan bahwa dalam unta nabi Shaleh terdapat tanda kekuasaan Allah. Adapun keterangan bahwa unta tersebut mempunyai pertanda tertentu itu tidak disebutkan. Allah berfirman: ‘Unta betina ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, jangan kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, maka kamu ditimpa siksaan yang pedih.” (Qs. Al-A’raf: 73)
Pertanda kemukjizatan ini merupakan bukti yang jelas atas kebenaran nabi Shaleh, sesuai permintaan kaum Tsamud. Mereka berjanji jika Shaleh bisa membelah batu dan mengeluarkan darinya seekor unta, maka mereka akan mengikuti dan mengimani beliau.
Ibnu Katsir menulis, “Para mufassirin menuturkan, bahwa pada suatu hari kaum Tsamud berkumpul di tempat perkumpulan. Kemudian Shaleh datang berdakwah mengajak mereka untuk menyembah Allah, mengingatkan, menyadarkan, dan memberi petuah. Tapi mereka malah berkata, “Jika engkau bisa mengeluarkan dari batu besar ini –sambil menunjuk batu tersebut—seekor unta hamil, yang mempunyai sifat ini dan itu, kami akan beriman dan membenarkanmu. Nabi Shaleh menerima janji mereka, kemudian beliau segera pergi ke mushalla, lalu shalat dan berdoa kepada Allah agar Dia memenuhi permohonan kaumnya. Allah mengabulkan doanya. Tiba-tiba batu besar itu terbuka dan keluarlah seekor unta sangat besar yang sedang hamil menurut sifat-sifat yang diinginkan. Ketika kaum Tsamud menyaksikan dengan mata kepala unta tersebut, mereka melihat suatu yang agung,  pemandangan yang aneh, kekuasaan luar biasa, argumen  yang mematikan, dan bukti yang nyata, maka sebagian mereka beriman. Sedang sebagian besar lainnya tetap dalam kekufuran, kesesatan, dan perlawanan. “Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu.” (Qs. Al-Isra’: 59).

Tapi, ada saja yang tidak suka pada unta itu. Suatu malam mereka mengadakan 'meeting' untuk membunuh unta itu. Akhirnya seorang pemuda kafir berbadan tegap, Quddar bin Salif,  diutus untuk mengeksekusi si unta.
            Sebenarnya kisah ini dimulai dari seorang laki-laki bernama Shunaim bin Harawah yang menikahi perempuan kaya raya bernama Shaduq. Namun ketika Shunaim beriman, Shaduq tetap kafir. Shaduq menyembunyikan anak-anaknya agar nggak terpengaruh bapaknya.
            Berkat bantuan paman Nabi Shaleh yang telah beriman, Shunaim bisa menemukan anak-anaknya lagi. Akibatnya Shaduq makin dendam terhadap Nabi Shaleh.
            Ia bertemu dan akhirnya bersahabat dengan Unizah binti Ghanam yang juga dendam sama Nabi Shaleh. Gara-garanya, kambing Unizah suka ngibrit kalau ketemu unta ajaib itu. Lagipula si kambing suka nggak kebagian air di telaga karena sudah disedot si unta.
            Mereka berdua sepakat membunuh unta itu. Sayangnya, biarpun diiming-imingi uang, nggak ada yang mau membunuh unta itu. Tapi saat mereka bertemu dengan Mushaddi bin Mahraj, seorang pemuda, ternyata Mushaddi menyanggupinya. Terang aja, sebenarnya si Mushaddi ini suka sama Shaduq. Jadi ini dalam rangka pedekatenya dia lah.
            Mushaddi mengajak sahabatnya yang bernama Quddar bin Salif, tokoh paling jahat di situ. Mereka mengumpulkan sembilan orang yang sama-sama benci sama Nabi Shaleh.
            Pagi harinya, unta itu muncul di dekat telaga dan langsung disambut orang-orang yang mau memerah susunya. Ketika orang-orang sudah bubar, barulah si pemuda kafir membunuh unta.
            Kesembilan orang yang benci sampai ke ubun-ubun sama Nabi Shaleh itu sebelumnya sempat berencana membunuh beliau diam-diam.
            Nabi Shaleh selalu tidur di dalam masjid yang disebut Masjid Shaleh bersama kaumnya. Waktu beliau keluar untuk menemui kaumnya, selesai Shubuh, mereka menjalankan aksinya. Alhamdulillah upaya itu berhasil dihalangi para malaikat. Para penjahat itu dilempari batu sampai terbirit-birit. Nah, baru deh mereka membunuh unta itu dengan cara dipanah. Unta itu dikenai panah tepat di lehernya. Habis itu mereka mencincang dan memakan unta itu sampai habis.
            Nabi Shaleh tentu saja marah sekali mengetahui untanya dibunuh. Si pemuda malah menantang balik, katanya gara-gara unta itu, telaga jadi butek. Alasan sebenarnya sih, yang bikin mereka itu gondok, mereka takut gara-gara 'unta ajaib' itu makin banyak saja yang beriman kepada Allah.
            Bahkan mereka menantang Nabi Shaleh untuk membuktikan azab Allah. Berani banget ya?          
            Akan halnya orang-orang beriman menangis karena takut pada azab Allah. Nabi Shaleh menyuruh mereka mencari si anak unta, sebab barangkali bisa mencegah murka Allah.
            Ternyata si anak unta sudah masuk kembali ke tempat ia dan ibunya berasal, yaitu ke dalam batu besar. Sebelumnya ia meraung dengan suara keras.
            Hari pertama dan kedua memang nggak ada kejadian apa-apa. Mereka makin merasa senang.
            Paling-paling ada tanda kecil. Hari pertama wajah mereka menjadi kekuning-kuningan. Mereka saling ledek-ledekan. Hari kedua, malah berubah jadi kemerah-merahan. Sebagian dari mereka mulai yakin kalau ini siksa dari Allah. Tapi yang masih kafir tetap keukeuh. Hingga hari ketiga wajah mereka jadi menghitam legam.
            Pada hari ketiga inilah, Allah menyempurnakan azab-Nya. Langit menjadi gelap, membuat mereka panik. Sementara Nabi Shaleh dan ummatnya yang beriman sudah duluan menyelamatkan diri.
            Orang-orang itu mulai ketakutan. Mereka membalsem tubuh dan saling menutupi dengan temannya. Mereka ramai-ramai berbaring di tanah menunggu azab.
            Mereka menemui ajalnya karena disambar petir yang sangat keras. Belum cukup sampai di situ, mereka diguncang gempa hebat dan mati di rumah mereka sendiri.
            Nggak ada yang selamat dalam bencana itu, kecuali seorang perempuan. Ia menyelamatkan diri dan kemudian minum air dari telaga. Ia kemudian meninggal kelelahan.
            Pada perang Tabuk, Rasulullah saw dan para sahabat sempat melewati bekas perkampungan kaum Tsamud. Kaum muslimin minum air dari sumur di situ. Namun Nabi melarangnya dan menyuruh mereka minum dari sumur bekas tempat unta Nabi Shaleh minum.
            Saat melewatinya Rasul dan para sahabat sempat menangis karena berharap peristiwa kaum Tsamud tidak terulang pada kaum muslim.

Ayat-ayat tentang Nabi Shaleh as:
Hud 61-63, Al Qamar 27-28, Asy Syu'araa 155-159, Al A'raaf 77-78, Hud 65, An Naml 48-72, dan Adz Dzariyaat 44.



[1] Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid I, hlm. 120. 

Minggu, 23 Juli 2017

Nabi Hud dan Angin Panas bagi Kaum Ad

Nabi Hud adalah utusan Allah yang dikirim kepada kaum 'Ad yang mendiami daerah Al Ahqaf. Menurut para ahli sejarah, daerah Al Ahqaf itu letaknya diantara Yaman dan Amman (Yordania) sampai Hadramaut dan Asy Syajar. Allah mengutus Hud pada satu kabilah besar bangsa ‘Amaliq (suku bangsa yang tinggal di sebelah utara Palestina kuno-terj) yang disebut dengan kabilah atau kaum ‘Ad. Berkenaan dengan kaum ‘Ad al-Qur’an menuturkan:
Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka berkata: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?” (Qs. As-Syu’ara’: 123-124)
Kaum ‘Ad adalah salah satu kabilah Arab yang telah punah, keturunan dari Sam bin Nuh. Kaum ini dinamakan dengan ‘Ad sebab dinisbatkan pada salah seorang kakek mereka, yaitu ‘Ad bin ‘Iwadh bin Arim bin Sam.
Sebenarnya 'Ad adalah nama seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan kuat. Tingginya sampai seratus hasta. Saking gedenya, kepalanya terlihat seperti kubah dan kedua matanya bagai pintu dua buah kota. Ad dan anak cucunya membangun sebuah kota dengan tiang-tiang yang kokoh, diberi nama Iram.
            Kaum 'Ad membentuk keluarga dan membuat ciri biar ketahuan jelas keluarga 'Ad-nya. Soalnya mereka bangga banget dengan silsilahnya. Tanda itu ada di dahi dan ubun-ubun. Mereka terkenal bukan hanya karena kekuatan fisik, tapi juga karena kecerdasannya. Sayang banget mereka malah kufur dan suka menyembah berhala. Berhala yang mereka sembah ada tiga yaitu: Shada', Shamud, dan Al Haba'.
            Nabi Hud juga termasuk kaum 'Ad dan berasal dari keluarga terhormat. Secara fisik dan intelektual ia juga memiliki ciri-ciri istimewa kaum 'Ad. Namun wajahnya ramah dan ceria.
Silsilah Nabi Hud
Dia adalah Hud AS putra Abdullah bin Rabbah bin al-Khulud bin ‘Ad, kakek buyut kaumnya. Nasab beliau bersambung hingga ke Sam bin Nuh AS. Nasab ini berdasarkan keterangan yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Ishaq menyebutkan nasab keturunan Hud yang berbeda dengan nasab di atas.
            Pekerjaan kaum 'Ad adalah petani pengolah tanah yang ulet. Nggak heran tanahnya jadi subur sekali. Mereka jadi kaya raya dan makmur. Mereka gemar membangun gedung-gedung mewah di kota. Oleh Allah mereka dikaruniai harta benda dan kemewahan dunia.
Fisik kaum ‘Ad sangat kuat dan tempat tinggal mereka sangat besar dan kuat. Jika mereka berjalan, tanah yang ada di bawah telapak mereka akan bergetar karena menyangga bobot mereka yang berat. Mereka ibarat gunung karena saking tinggi dan besarnya. Namun, mereka tertipu oleh kekuatan tersebut dan sombong kepada Allah.
            Sayang banget mereka jadi sombong dan belagu. Boro-bor mau bersyukur. Sukanya saling menyombongkan diri, suka saling memfitnah, dan menurutkan hawa nafsu. Mereka juga hobi banget berantem.
            Yang nyebelin lagi, mereka malah menyembah berhala yang mereka anggap sebagai perantara Tuhan, katanya sih bisa memberi syafaat/pertolongan ke mereka. Nama berhalanya Shada, Shamud, dan Al Haba.
            Nabi Hud tidak bosan berdakwah kepada mereka. Tapi pemimpin-pemimpin mereka malah mencela dan menghina Nabi Hud dengan kata-kata kasar dan tidak sopan. Mereka tetap nggak percaya kalau Nabi Hud itu nabi beneran!
            Allah kemudian menurunkan azab awalan kepada kaum 'Ad. Daerah mereka yang tadinya subur, banyak hujan, sekarang tandus. Allah memberhentikan hujan selama 3 tahun. Huaaa... kering banget kan?
            Dasar mereka memang wataknya keras dan sombong. Sudah ditimpa musibah begitu, mereka tetap saja nggak beriman. Meski Nabi Hud juga tetap gigih menyeru.
Mereka mengirimkan utusan dipimpin Qil bin 'Anzah untuk meminta hujan ke tanah Haram. Di tengah jalan mereka ketemu seseorang bernama Mu'awiyah bin Bakar.
            Dasar dodol, mereka malah berpesta minuman keras dan menonton tarian syahwat dari budak-budak perempuan. Qil bin 'Anzah lah yang pertama ingat misi mereka sebenarnya.
            Di perjalanan, Qil bin 'Anzah melihat tiga gumpalan awan. Warnanya ada yang putih, merah, dan hitam. Tiba-tiba terdengar suara dari langit, "Kamu pilih awan yang mana?"
            Qil yakin kalau awan hitam itu berisi mendung yang akan menghasilkan hujan. Maka dengan pedenya dia memilih awan hitam.
            Awan hitam itu sampai di Iram. Ada seorang perempuan yang pertama melihatnya, malah berteriak keras sampai pingsan. Ia bilang, "Aku lihat angin yang bertiup kayak bola api yang dikawal beberapa laki-laki!"
            Kaum 'Ad mengira itulah awan hujan. Mereka nggak percaya perkataan Nabi Hud kalau itu azab Allah.
            Allah mengirim awan yang sangat tebal dari langit. Tatkala kaum ‘Ad melihat awan itu mereka senang dan bergembira, dan mengira akan turun hujan lebat. Mereka menyangka Allah telah melimpahkan rahmat-Nya dan mengabulkan permohonannya. Ketika awan tersebut menjadi gelap, mereka melihat awan itu sangat hitam legam, lalu angin menerpa mereka .
Benar juga. Angin keluar semakin kencang dari awan hitam itu, berupa halaqih yaitu angin yang dingiiiin sekali dan sama sekali nggak bawa hujan.
            Angin dingin itu mematikan. Ibaratnya orang masuk ke guapun, angin itu akan tetap nguber orang itu sampai membunuhnya.

Finally, Allah mengazab kaum 'Ad dengan azab yang lebih pedih. Ditiupkan angin kencang yang panas selama delapan hari tujuh malam. Saking panasnya, angin itu bisa membakar manusia! Kaum kafir itu semua binasa. Mayat-mayat beterbangan dan bergelimpangan di tanah yang tadinya subur makmur itu.
            Akan halnya Nabi Hud dan kaumnya sebelumnya telah diam-diam meninggalkan daerah itu. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Nabi Hud menjauhi kaumnya yang kafir dan menetap di Mekkah hingga wafat dan dimakamkan di sana.
            Allah memerintahkan Nabi Hud dan orang-orang yang beriman untuk menyelamatkan diri melewati sebuah dermaga. Ajaib sekali, ketika mendekati dermaga tersebut, angin berubah menjadi lembut dan sejuk.
            Nabi Hud dan orang-orang mukmin berhasil meninggalkan Iram. Beliau hidup hingga seratus lima puluh tahun setelah kejadian itu. Beliau dimakamkan di Hadramaut.
            Beliau wafat pada usia 472 tahun. Jenazahnya dimakamkan di sebelah timur Hadramaut.

Ayat-ayat yang mengisahkan Nabi Hud as. dan kaum 'Ad:

QS Al A'raaf 65, Hud 50, Asy Syuaraa 128-135, Hud 52, Al Haqqah 6-8.

Minggu, 16 Juli 2017

Asiyah, Permata dari Istana Firaun (bagian 2)

Di tengah perjalanan, Allah swt mengangkat Musa dan saudaranya, Harun, menjadi Nabi bagi kaum Bani Israil dan kaum Firaun. Keduanya membawa perintah Allah swt untuk mengajak seluruh kaum Bani Israil dan Firaun hanya beribadah kepada Allah swt saja. Tentu saja ini tugas yang sangat berat bagi keduanya, namun keduanya harus segera melaksanakannya.
          Setelah perjalanan yang cukup jauh itu, mereka tiba di Mesir yang masih dikuasai oleh Firaun dengan sikap sombong dan zalimnya. Musa dan Harun pantang menyerah untuk melaksanakan tugas dakwah dari Allah swt tersebut. Meskipun untuk itu, mereka harus menghadapi sikap Firaun yang menjengkelkan.

          Suatu hari yang cerah, Firaun mengadakan sebuah perayaan yang tujuan sebenarnya adalah untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya, agar menggentarkan hati Musa dan Harun. Pada perayaan megah itu, tak lupa ia mengundang semua tukang sihirnya untuk menandingi ‘shir’ Musa, yang sebenarnya adalah mukjizat dari Allah swt untuk Nabi yang dipilih-Nya. Mukjizat Musa tersebut adalah tongkatnya yang bisa berubah menjadi ular.
          Dengan congkak, Firaun menantang Musa, “Mana, coba buktikan kalau engkau memang utusan Tuhanmu? Ayoo, masa engkau tak punya kehebatan sedikitpun. Mana mau kami percaya pada manusia biasa sepertimu?”
          Para tukang sihir Firaun maju ke tengah lapangan istana, mereka menyihir tongkat-tongkat mereka menjadi ratusan bahkan ribuan ular-ular kecil. Penonton menjerit-jerit dan berlarian ketakutan, terutama perempuan dan anak-anak. Dalam hati mereka yang ketakutan, mereka mengakui kehebatan Firaun dan tukang-tukang sihirnya.
          Kini tiba giliran Musa. Dengan tenang dan membaca basmalah terlebih dahulu, ia memohon pertolongan kepada Allah swt agar dimudahkan menghadapi kaum Firaun yang buta mata dan hatinya itu.
          Dengan pertolongan Allah swt…ajaib….
          Tongkat Nabi Musa seketika itu juga berubah menjadi ular yang sangat besar dan memakan semua ular-ular kecil yang bertebaran. Seluruh penonton bersorak dan berseru kagum.
          “Waah, itu ularnya hebat ya, bisa memakan semua ular kecil”, seru seorang anak.
          “Bukaan, yang hebat itu ya Musa, bukan ularnya”, sahut ibunya.
          “Ya salah semua. Yang hebat adalah Tuhannya Musa, yang memberikan kekuasaan pada Musa untuk mendatangkan ular dari tongkatnya”, sambut sang ayah.
          “Kalau begitu Firaun sih enggak ada apa-apanya ya, Yah?” Tanya sang anak.
          “Betul. Mari kita mengikuti iman Nabi Musa. Tuhannya pasti jauh lebih berkuasa dari Firaun sombong itu”, jawab sang ayah, penuh semangat.
          Ternyata tak hanya keluarga itu saja yang menyatakan keimanan kepada Musa, tetapi banyak lagi rakyat Firaun yang juga ingin mengikuti Musa. Diantaranya bahkan ada beberapa tukang sihir Firaun. Hal ini membuat Firaun sangat murka.
          “Hai Musa dan Harun, kalian kira kalian memenangkan pertarungan ini ya? Kalian salah! Kalian pasti menyesal! Setelah ini akan ada pembuktian bahwa hanya akulah yang layak kalian sembah. Bukannya Tuhan kalian itu!”
          Tak lupa untuk melengkapi kemarahannya, Firaun memerintahkan seluruh tukang sihir yang beriman kepada Musa untuk disalib saat itu juga. Para rakyat berhamburan ketakutan, tak mau menjadi korban berikutnya. Suasana pesta yang diharapkan akan menambah wibawa Firaun kini hancur berantakan.

          Sementara itu di balik jendela kamarnya di istana megah, Asiyah menyaksikan semua kejadian dengan perasaan yang campur aduk. Ia bahagia, dan bersyukur bahwa Musa selamat dan dapat ‘mengatasi’ ujian dari Firaun. Ia juga merasa bersyukur bahwa ia kini beriman kepada Tuhannya Musa, Tuhan yang sejak dulu sebenarnya sudah ada di dalam hatinya. Ia juga sedih melihat banyaknya korban akibat kekejaman suaminya. Dan tentu saja, ia marah dan kecewa sekali pada suaminya yang tak juga membuka hatinya untuk beriman.

          Di istana Firaun, sejak saat itu, mulai terjadi perubahan. Beberapa pengawal dan dayang istana beriman kepada Tuhannya Musa. Termasuk tukang sisir anak gadis Firaun yang bernama Masyitah. Masyitah adalah seorang istri dan ibu, perempuan sederhana yang berhati mulia. Masyitah cukup dekat dengan Asiyah.
          Lama kelamaan, anak gadis Firaun mulai curiga kepada Masyitah. Ia kemudian mendapat info tentang keimanan Masyitah, sehingga terbuktilah kecurigaannya. Dengan marah, ia mengadu kepada ayahnya bahwa tukang sisirnya sudah berkhianat.
          Belum habis kekesalan Firaun, ia segera memanggil paksa Masyitah dan anak-anaknya. Masyitah diseret kehadapannya dengan seluruh tubuh dirantai. Dengan keras Firaun bertanya, “Siapa Tuhanmu?”
          Masyitah menjawab dengan tenang sambil berdoa di dalam hati, “TUhanku dan Tuhanmu itu sama, satu, yaitu Allah Yang Mahaperkasa”.
          Sudah tak tertahankan lagi amarah Firaun mendengar jawaban Masyitah. Segera ia memerintahkan satu persatu anak Masyitah dimasukkan ke dalam sebuah wajan yang sedang dipanaskan dengan api yang menyala-nyala.
          Melihat ini, Masyitah menangis tak henti sambil terus berdoa mohon pertolongan Allah. Hingga bayi yang ada di dalam pelukannya, diambil paksa pula oleh seorang tentara Firaun. Masyitah menjerit pilu.
          Namun dengan izin Allah swt, bayi itu tiba-tiba berkata, “Jangan bersedih ibu, sesungguhnya ibu berada di dalam kebenaran”.
          Tak lama, habislah seluruh keluarga Masyitah masuk ke dalam wajan dan terpanggang di dalamnya.
         
          Asiyah menyaksikan semua itu dengan mata kepalanya sendiri, dan tak bisa melakukan apapun, karena ia terlalu shock. Ia pingsan. Sebelum pingsan, ia sempat bergumam, “Tiada daya dan upaya, melainkan dengan pertolongan Allah semata…” Berkali-kali ia mengucapkan kalimat yang kita kenal dengan kalimat hawqalah itu.
          Para dayang segera membawa kembali Asiyah ke kamarnya, namun ucapan doa itu sempat terdengar oleh Haman. Orang inilah yang kembali mengadukan Asiyah kepada Firaun.
          Dengan marah, Firaun mendatangi kamar istrinya dan memaksa istrinya bangun. Ia mengancam istrinya akan melakukan kekejaman yang sama seperti terhadap Masyitah dan keluarganya, namun Asiyah tetap bertahan. Beberapa tentara Firaun dengan cepat mengikat tubuh Asiyah yang sedang lemah. Tanpa hati dan perasaan, Firaun mencambuki tubuh istrinya.
          Sebelum kembali pingsan, Asiyah sempat berdoa dengan tegar, “Ya Allah, buatkanlah untukku sebuah istana di sisi-Mu di dalam syurga, serta selamatkanlah aku dari Firaun dan kekejamannya”.

          Allah swt berfirman, “Dan Allah telah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Firaun, ketika dia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di dalam syurga dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim” (QS At Tahrim ayat 11).
          Beberapa masa kemudian, ketika Rasulullah saw sudah diangkat menjadi Nabi, Allah swt mengabarkan bahwa Asiyah sudah berada di syurga-Nya. Rasulullah saw bersabda, “sebaik-baik perempuan di bumi ini ada empat, yaitu Maryam binti Imran, Asiyah istrinya Firaun, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah binti Muhammad”.


Trivia tentang Asiyah


1.    Asiyah tidak pernah punya anak dari Firaun, adapun anak gadis Firaun yang diceritakan di atas adalah anak Firaun dari istrinya terdahulu yang sudah meninggal dunia.
2.    Asiyah meninggal dunia tidak lama setelah siksaan yang ia peroleh dari Firaun dalam keadaan sakit.
3.    Asiyah dan Masyitah berteman dekat sejak Hezekil (Hazaqil), suami Masyitah dihukum mati dengan dipanah dan diikat pada sebuah pohon. Hazaqil dihukum mati, karena sebagai pegawai istana, ia menentang hukuman mati kepada para tukang sihir yang beriman kepada Musa.
4.    Ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Asiyah meninggal pada saat disalib oleh suaminya yang kejam itu dan punggungnya dirantai dengan besi.

5.    Ada beberapa riwayat juga yang mengatakan bahwa Masyitah terbuka keimanannya ketika ia melaknat Firaun saat sisir yang dipakainya untuk menyisir rambut anak gadis Firaun terjatuh. Bahkan ada riwayat juga yang menyatakan bahwa Asiyah sendirilah yang menyisir rambut anak tirinya itu. Wallahu a’lam. 

Minggu, 02 April 2017

Asiyah, Permata dari Istana Firaun



Putri Cantik yang Membuat Firaun bahagia


          Namanya Asiyah binti Muzahim, wajahnya amat cantik memesona. Begitu pula kebaikan budinya yang dilengkapi dengan tutur kata sopan dan halus. Wajar saja jika Raja Firaun amat mencintai istrinya ini. Segala permintaan istrinya dikabulkan segera. Bahkan Raja yang sangat kaya ini tak segan membangun sebuah istana yang indah di tepi sungai Nil untuk menyenangkan hati sang istri. Awal pernikahan sungguh sangat membuat Firaun dan Asiyah tampak bahagia, mereka terlihat seperti pasangan yang serasi.
          Namun kebahagiaan ini tidak berjalan lama, Firaun mulai berubah, kembali kepada sifat aslinya. Ia yang sedang berada di puncak kekuasaannya bertambah sombong, dan semakin bertambah sombong. Tidak tanggung-tanggung, ia mulai menganggap dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah oleh seluruh rakyatnya. Bukan hanya itu, terhadap Asiyah-pun, Firaun mulai menunjukkan kesombongannya. Ia meminta istrinya menuruti semua kehendaknya tanpa terkecuali.
          Asiyah yang pada dasarnya memiliki akhlak yang baik, merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap suaminya, yang bukannya bertambah baik, malah bertambah buruk. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kehidupan pemimpin Negara Mesir yang tadinya dipenuhi kebahagiaan ini berubah menjadi suram. Asiyah merasa istananya tidak lagi senyaman dulu.
          Dalam hatinya, Asiyah ingin melawan, namun ia tahu ia tak memiliki cukup kekuatan untuk menentang suaminya. Ia hanya bisa bersabar dan berharap ada pertolongan untuknya.
           Dalam keadaan yang seperti ini, yang bisa dilakukan Asiyah hanyalah beribadah kepada Allah SWT dan berdoa tak putus-putus, di setiap malam ketika seluruh penghuni istana sudah tertidur nyenyak. Tak bosan, Asiyah mengulang doanya dan menjalaninya sebagai suatu ikhtiar (usaha) untuk memperbaiki nasibnya, dan berharap Allah Swt mau memberikan petunjuk kepada suaminya.

Awal Yang Sudah Kurang Baik Bagi Asiyah

          Sebelum menikah dengan Asiyah, Firaun (yang merupakan nama gelar Raja-raja Mesir) yang terakhir, sudah pernah menikah. Sepeninggal istrinya, Firaun yang sudah terkenal akan kekejamannya itu hidup seorang diri, dan ia berpikir untuk menikah lagi.
          Sementara itu, di sebuah daerah di dalam wilayah kekuasaannya, ada seorang gadis cantik yang baik budinya bernama Asiyah binti Muzahim. Asiyah tinggal bersama kedua orang tuanya, dan merupakan anak yang sangat berbakti. Asiyah masih keturunan keluarga Imran yang dimuliakan oleh Allah.
          Berita tentang kecantikan dan kebaikan budi gadis Asiyah terdengar kepada Firaun. Rupanya ia tertarik ingin menikahi Asiyah. Dia lalu mengutus menterinya, yang bernama Haman, untuk melamar Asiyah kepada orang tuanya.
          Orang tua Asiyah tidak begitu saja menerima lamaran Firaun. Mereka bertanya lebih dulu kepada sang puteri, “Wahai puteriku, maukah engkau menikah dengan Firaun?”
          Segera Asiyah menjawab dengan tegas tetapi sopan, “Maafkan saya, ayah dan ibu, tetapi saya tidak mau menikah dengan orang yang terkenal kejam dan sombong, lagipula dia ingkar kepada Tuhannya”.
          Betapa marahnya Firaun mendapat cerita dari Haman, bahwa Asiyah menolak lamarannya. Ia segera memerintahkan menangkap kedua orang tua Asiyah dan memasukkannya ke dalam penjara. Tentu saja mereka juga mengalami penyiksaan yang amat kejam.
          Asiyah dibawa menyusul kemudian. Di hadapannya diperlihatkan keadaan orang tuanya yang begitu menderita. Firaun dengan kesombongannya, berkata, “Wahai Asiyah, lihatlah keadaan orang tuamu. Apakah kamu tega melihat mereka disiksa? Nah, kalau kamu memang anak yang baik, kamu pasti tidak tega melihatnya bukan?”
          Asiyah terdiam. Hatinya bimbang dan sangat sedih.
          “Begini, jika kamu mau menerima lamaranku, kedua orang tuamu akan aku bebaskan segera. Tapi… jika kamu menolakku, aku tak segan-segan menyiksa keduanya bahkan membakar mereka hidup-hidup di depanmu. Bagaimana?” Firaun berkata lagi. Melihat Asiyah yang bimbang, ia tertawa keras-keras, yakin bahwa ia akan memperoleh keinginannya.
          Asiyah segera mohon petunjuk dari Allah swt sambil memejamkan mata. Ia lalu menjawab, “Baiklah, aku bersedia menikah denganmu. Tapi aku akan mengajukan syarat dan engkau harus menerima persyaratan ini. Bagaimana, adil bukan?”
          Firaun yang sudah terlanjur jatuh hati kepada Asiyah, tanpa diduga, bersedia mengabulkan persyaratan itu.
          Mau tahu, apa persyaratan yang diajukan Asiyah kepada Firaun?
          Ini dia,
1.    Firaun harus segera membebaskan kedua orang tua Asiyah
2.    Firaun harus membuatkan sebuah rumah yang indah dengan perabotan yang lengkap untuk kedua orang tua Asiyah
3.    Firaun harus menjamin kesehatan serta makan dan minum keduanya
4.    Asiyah bersedia menjadi istri Firaun, menemaninya hadir di acara-acara kenegaraan, tetapi menolak sekamar dengan Firaun.
Jika syarat-syarat ini tidak dipenuhi, Asiyah bersedia mati bersama kedua orang tuanya.
          Demikanlah, akhirnya Firaun bersedia menerima syarat yang diajukan calon istrinya itu. Kedua orang tua Asiyah segera dibebaskan dan mereka memperoleh apa yang dijanjikan oleh Firaun.
          Firaun dan Asiyah jadi menikah dan pernikahannya dirayakan dengan sangat megah. Namun, Asiyah tetap dengan keimanannya dan syarat-syarat yang dipenuhinya.
          Untuk menolong Asiyah, Allah menciptakan jin yang menyerupai Asiyah. Jin inilah yang masuk ke kamar Firaun dan menemaninya.

Bayi Musa dan kasih sayang Asiyah

          Firaun amat mempercayai para tukang sihir dan menteri-menterinya. Pada suatu hari, tukang sihirnya menyatakan bahwa akan ada seorang laki-laki yang melawan kekuasaan Firaun dan menggantikannya sebagai pemimpin Mesir. Alangkah cemas hati Firaun memikirkan hal ini.
          Ia begitu takut kekuasaanya dijatuhkan. Saking takutnya, ia kemudian memerintahkan semua bayi laki-laki yang lahir di wilayah kekuasaannya, harus dibunuh tanpa terkecuali.
          Di sebuah daerah di wilayah kekuasaannya, lahirlah seorang bayi yang kemudian diangkat Allah sebagai seorang nabi. Musa namanya. Ibu Musa adalah seorang yang beriman kepada Allah swt, itulah sebabnya ia berkeras menyembunyikan anaknya dan menolak membunuh anaknya.
          Karena takut keberadaan anaknya diketahui tentara Firaun, ibu Musa menempatkan bayinya di keranjang yang sudah dilengkapi dengan segala kebutuhannya, lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Perasaannya berat dan iapun melakukan ini demi keselamatan sang putera. Tak lupa ia berdoa, semoga Allah swt berkenan menolong dan melindungi anaknya. Ibu Musa yang bernama Arkha, membuat sendiri keranjang berbentuk kotak itu dari kayu kurma, bersama anaknya yang lain yang bernama Maryam.
          Ketika melepas Musa, Maryam tersedu. Ibunya memeluknya dengan lembut dan berbisik, “jangan cemas anakku, sesungguhnya Allah telah berjanji akan menjaganya dan mengembalikannya kepadaku, untuk kemudian dijadikan sebagai seorang Nabi bagi Bani Israil”.
          Maryam berusaha menghentikan tangisannya dan mengangguk.
          Ibunya berkata lagi, “Sekarang ibu akan pulang. Tolong engkau ikuti kemana keranjang kotak itu pergi. Jangan ada yang curiga dan melihat gerak gerikmu, ya?”
          Mendengar amanah yang akan ia jalankan, Maryam menjadi bersemangat. Ia mengangguk senang dan berjanji akan menuruti perintah ibunya.
          Tentang kisah memilukan ini, Allah mengisahkannya kembali dengan indah di Quran Surat Al Qashshash ayat 10 dan 11.
          “Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh, hampir saja dia menyatakannya (rahasia tentang Musa), seandainya tidak kami teguhkan hatinya, agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah).
          Dan dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, ‘Ikutilah dia (Musa)’, maka tampaklah olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya. “
          Sementara itu, aliran sungai Nil seakan membungkus keranjang berisi bayi Musa dan mengayunnya dengan lembut, hingga perlahan sampai di istana Firaun.
          Betapa terkejutnya Maryam, ketika para pengawal istana menemukan keranjang kotak berisi bayi adiknya. Mereka memungutnya dan membawanya kepada Asiyah yang sedang duduk-duduk di taman istana.
          Para pengawal dan dayang istana membuka keranjang kotak itu setelah diperintahkan oleh Asiyah. Betapa terkejutnya mereka semua ketika mendapati isi kotak itu adalah seorang bayi laki-laki yang sehat, tampan, dan lucu. Seketika itu juga dengan kehendak Allah, sinar keagungan bayi Musa memancar dan merasuki hati Asiyah serta semua yang ada di situ, sehingga timbul rasa kasih sayang mereka terhadap bayi Musa.
          “Aihh, lucu sekali bayi ini…” gumam Asiyah sambil meraih sang bayi dengan lembut dan membawanya ke dalam pelukan. Seketika bayi itu merasa nyaman di dalam dekapan Asiyah yang sangat keibuan.
          Para dayang dan pengawal pun mengagumi kelucuan bayi Musa, dan ingin ikut menggendongnya. Suasana taman istana yang cerah itu menjadi semakin hangat dengan hadirnya sang bayi.
          Tentang kisah yang indah ini, Allah swt berfirman,
          “Maka dia dipungut oleh keluarga Firaun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sungguh, Firaun dan Haman beserta bala tentaranya adalah orang orang yang bersalah” (Al Qashash ayat 8).
          “… AKu telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari Ku, dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (thaahaa ayat 39).

          Sayang sekali, ada seorang pengawal Asiyah yang melaporkan penemuan bayi itu kepada Haman. Haman tak tinggal diam. Dia segera melaporkan hal itu kepada Firaun yang tentu saja sangat murka mendengarnya.
          Firaun didampingi Haman, segera menuju taman istana. Dengan penuh amarah ia memerintahkan untuk merampas bayi yang sedang digendong Asiyah, dan segera membunuhnya.
          Asiyah tidak tinggal diam, dengan suara memohon, ia berkata kepada suaminya, “Wahai paduka, jangan menyakitinya. Barangkali kita bisa mengangkatnya sebagai anak kita. Lihatlah, ia begitu lucu dan menggemaskan”.
          Mendengar ucapan istrinya yang dia cintai, hati Firaun sedikit lunak. Bergantian ditatapnya istrinya dan bayi kecil itu. Sinar keagungan bayi Musa menerpa wajah Firaun. Kembali hati raja yang kejam itu melunak. Ia mulai merasa jatuh sayang pada bayi itu.
          Ia kemudian memerintahkan pengawal untuk membubarkan diri, tidak jadi menangkap bayi itu dan membunuhnya. Yang jengkel, justru si Haman karena usahanya gagal. Baiklah, ia berkata dalam hati, nanti pasti ada jalan.

          Tetapi ada satu masalah yang belum terpecahkan. Bayi Musa tidak mau menyusu kepada siapapun. Padahal ia tampak sudah lapar dan haus. Asiyah pusing memikirkannya, ia khawatir bayi itu jatuh sakit.
          Melihat hal itu, Maryam memberanikan diri mendekati istana. Ia berbisik kepada salah satu pengawal istana, “Hai, kamu mau aku kasih tahu? Ada seorang perempuan yang biasa menyusui bayi dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Dia ini tidak mau dibayar mahal-mahal, asal cukup untuk keperluannya sehari-hari saja.”
          Pengawal itu terkejut dan berpikir, iya daripada si bayi kelaparan dan kehausan, kasihan.
          “Maukah kamu kupanggilkan perempuan itu? Moga-moga bayi itu mau menyusu padanya”, kata Maryam lagi.
          Pengawal itu segera pergi menemui Asiyah dan mendapat persetujuan untuk memanggil perempuan, calon ibu susu sang bayi.
          Allah swt berfirman,
          “Dan kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu, maka berkatalah dia (saudara perempuan Musa), ‘Maukah kutunjukkan kepadamu keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?’” (Al Qashash ayat 12).
         
          Alangkah gembiranya hati ibu Musa mendengar kabar itu, dia tak membuang waktu lagi, segera berangkat ke istana untuk menemui puteranya dan menyusuinya. Setelah menenangkan diri, Ibu Musa mulai menyusui anaknya yang dengan lahap menyambut kasih sayang dari ibu kandungnya itu.
          “Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. “ (Al Qashash ayat 13).
          Melihat bayi Musa dengan lahap menyusu kepada Ibu Arkha, Asiyah menjadi tenang dan ia menaruh hormat kepada perempuan itu.
          Demikianlah bayi Musa kemudian tumbuh sebagai anak laki-laki yang sehat dan cerdas. Asiyah sangat menyayanginya karena ia sendiri tidak melahirkan seorang anakpun.

Asiyah beriman kepada Nabi Musa

          Waktu berlalu dengan cepat, Musa tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, rajin, kuat dan gagah. Pada suatu hari, Musa berkelahi dengan seorang pemuda dari kaum Firaun sehingga pemuda itu meninggal dunia. Mendengar itu, Asiyah menjadi sangat cemas. Ia takut jika Musa dikenai hukuman oleh Firaun dan bala tentaranya yang terkenal kejam.
          Sementara itu Musa sudah melarikan diri sementara ke Negara Madyan, atas saran seorang pengawal Firaun yang beriman, yang bernama Hezkel. Kemudian Hezkel melapor pada Asiyah bahwa atas pertolongan Allah swt, Musa selamat dan sudah berada di Negara Madyan. Asiyah sangat bersyukur kepada Allah swt bahwa putera angkat kesayangannya itu terlepas dari hukuman.
          Di Negara Madyan, Musa menikah dengan salah seorang puteri nabi Syuaib yang bernama Shafura. Setelah cukup lama berselang, Musa membawa keluarganya kembali ke Negara Mesir. Di perjalanan ia diangkat sebagai Nabi oleh Allah swt, juga bersama dengannya diangkat sebagai Nabi, saudaranya Harun. Mereka mendapat tugas mendakwahkan agama yang benar kepada Firaun.

To be continued.....