Minggu, 23 Juli 2017

Nabi Hud dan Angin Panas bagi Kaum Ad

Nabi Hud adalah utusan Allah yang dikirim kepada kaum 'Ad yang mendiami daerah Al Ahqaf. Menurut para ahli sejarah, daerah Al Ahqaf itu letaknya diantara Yaman dan Amman (Yordania) sampai Hadramaut dan Asy Syajar. Allah mengutus Hud pada satu kabilah besar bangsa ‘Amaliq (suku bangsa yang tinggal di sebelah utara Palestina kuno-terj) yang disebut dengan kabilah atau kaum ‘Ad. Berkenaan dengan kaum ‘Ad al-Qur’an menuturkan:
Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka berkata: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?” (Qs. As-Syu’ara’: 123-124)
Kaum ‘Ad adalah salah satu kabilah Arab yang telah punah, keturunan dari Sam bin Nuh. Kaum ini dinamakan dengan ‘Ad sebab dinisbatkan pada salah seorang kakek mereka, yaitu ‘Ad bin ‘Iwadh bin Arim bin Sam.
Sebenarnya 'Ad adalah nama seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan kuat. Tingginya sampai seratus hasta. Saking gedenya, kepalanya terlihat seperti kubah dan kedua matanya bagai pintu dua buah kota. Ad dan anak cucunya membangun sebuah kota dengan tiang-tiang yang kokoh, diberi nama Iram.
            Kaum 'Ad membentuk keluarga dan membuat ciri biar ketahuan jelas keluarga 'Ad-nya. Soalnya mereka bangga banget dengan silsilahnya. Tanda itu ada di dahi dan ubun-ubun. Mereka terkenal bukan hanya karena kekuatan fisik, tapi juga karena kecerdasannya. Sayang banget mereka malah kufur dan suka menyembah berhala. Berhala yang mereka sembah ada tiga yaitu: Shada', Shamud, dan Al Haba'.
            Nabi Hud juga termasuk kaum 'Ad dan berasal dari keluarga terhormat. Secara fisik dan intelektual ia juga memiliki ciri-ciri istimewa kaum 'Ad. Namun wajahnya ramah dan ceria.
Silsilah Nabi Hud
Dia adalah Hud AS putra Abdullah bin Rabbah bin al-Khulud bin ‘Ad, kakek buyut kaumnya. Nasab beliau bersambung hingga ke Sam bin Nuh AS. Nasab ini berdasarkan keterangan yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Ishaq menyebutkan nasab keturunan Hud yang berbeda dengan nasab di atas.
            Pekerjaan kaum 'Ad adalah petani pengolah tanah yang ulet. Nggak heran tanahnya jadi subur sekali. Mereka jadi kaya raya dan makmur. Mereka gemar membangun gedung-gedung mewah di kota. Oleh Allah mereka dikaruniai harta benda dan kemewahan dunia.
Fisik kaum ‘Ad sangat kuat dan tempat tinggal mereka sangat besar dan kuat. Jika mereka berjalan, tanah yang ada di bawah telapak mereka akan bergetar karena menyangga bobot mereka yang berat. Mereka ibarat gunung karena saking tinggi dan besarnya. Namun, mereka tertipu oleh kekuatan tersebut dan sombong kepada Allah.
            Sayang banget mereka jadi sombong dan belagu. Boro-bor mau bersyukur. Sukanya saling menyombongkan diri, suka saling memfitnah, dan menurutkan hawa nafsu. Mereka juga hobi banget berantem.
            Yang nyebelin lagi, mereka malah menyembah berhala yang mereka anggap sebagai perantara Tuhan, katanya sih bisa memberi syafaat/pertolongan ke mereka. Nama berhalanya Shada, Shamud, dan Al Haba.
            Nabi Hud tidak bosan berdakwah kepada mereka. Tapi pemimpin-pemimpin mereka malah mencela dan menghina Nabi Hud dengan kata-kata kasar dan tidak sopan. Mereka tetap nggak percaya kalau Nabi Hud itu nabi beneran!
            Allah kemudian menurunkan azab awalan kepada kaum 'Ad. Daerah mereka yang tadinya subur, banyak hujan, sekarang tandus. Allah memberhentikan hujan selama 3 tahun. Huaaa... kering banget kan?
            Dasar mereka memang wataknya keras dan sombong. Sudah ditimpa musibah begitu, mereka tetap saja nggak beriman. Meski Nabi Hud juga tetap gigih menyeru.
Mereka mengirimkan utusan dipimpin Qil bin 'Anzah untuk meminta hujan ke tanah Haram. Di tengah jalan mereka ketemu seseorang bernama Mu'awiyah bin Bakar.
            Dasar dodol, mereka malah berpesta minuman keras dan menonton tarian syahwat dari budak-budak perempuan. Qil bin 'Anzah lah yang pertama ingat misi mereka sebenarnya.
            Di perjalanan, Qil bin 'Anzah melihat tiga gumpalan awan. Warnanya ada yang putih, merah, dan hitam. Tiba-tiba terdengar suara dari langit, "Kamu pilih awan yang mana?"
            Qil yakin kalau awan hitam itu berisi mendung yang akan menghasilkan hujan. Maka dengan pedenya dia memilih awan hitam.
            Awan hitam itu sampai di Iram. Ada seorang perempuan yang pertama melihatnya, malah berteriak keras sampai pingsan. Ia bilang, "Aku lihat angin yang bertiup kayak bola api yang dikawal beberapa laki-laki!"
            Kaum 'Ad mengira itulah awan hujan. Mereka nggak percaya perkataan Nabi Hud kalau itu azab Allah.
            Allah mengirim awan yang sangat tebal dari langit. Tatkala kaum ‘Ad melihat awan itu mereka senang dan bergembira, dan mengira akan turun hujan lebat. Mereka menyangka Allah telah melimpahkan rahmat-Nya dan mengabulkan permohonannya. Ketika awan tersebut menjadi gelap, mereka melihat awan itu sangat hitam legam, lalu angin menerpa mereka .
Benar juga. Angin keluar semakin kencang dari awan hitam itu, berupa halaqih yaitu angin yang dingiiiin sekali dan sama sekali nggak bawa hujan.
            Angin dingin itu mematikan. Ibaratnya orang masuk ke guapun, angin itu akan tetap nguber orang itu sampai membunuhnya.

Finally, Allah mengazab kaum 'Ad dengan azab yang lebih pedih. Ditiupkan angin kencang yang panas selama delapan hari tujuh malam. Saking panasnya, angin itu bisa membakar manusia! Kaum kafir itu semua binasa. Mayat-mayat beterbangan dan bergelimpangan di tanah yang tadinya subur makmur itu.
            Akan halnya Nabi Hud dan kaumnya sebelumnya telah diam-diam meninggalkan daerah itu. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Nabi Hud menjauhi kaumnya yang kafir dan menetap di Mekkah hingga wafat dan dimakamkan di sana.
            Allah memerintahkan Nabi Hud dan orang-orang yang beriman untuk menyelamatkan diri melewati sebuah dermaga. Ajaib sekali, ketika mendekati dermaga tersebut, angin berubah menjadi lembut dan sejuk.
            Nabi Hud dan orang-orang mukmin berhasil meninggalkan Iram. Beliau hidup hingga seratus lima puluh tahun setelah kejadian itu. Beliau dimakamkan di Hadramaut.
            Beliau wafat pada usia 472 tahun. Jenazahnya dimakamkan di sebelah timur Hadramaut.

Ayat-ayat yang mengisahkan Nabi Hud as. dan kaum 'Ad:

QS Al A'raaf 65, Hud 50, Asy Syuaraa 128-135, Hud 52, Al Haqqah 6-8.

Minggu, 16 Juli 2017

Asiyah, Permata dari Istana Firaun (bagian 2)

Di tengah perjalanan, Allah swt mengangkat Musa dan saudaranya, Harun, menjadi Nabi bagi kaum Bani Israil dan kaum Firaun. Keduanya membawa perintah Allah swt untuk mengajak seluruh kaum Bani Israil dan Firaun hanya beribadah kepada Allah swt saja. Tentu saja ini tugas yang sangat berat bagi keduanya, namun keduanya harus segera melaksanakannya.
          Setelah perjalanan yang cukup jauh itu, mereka tiba di Mesir yang masih dikuasai oleh Firaun dengan sikap sombong dan zalimnya. Musa dan Harun pantang menyerah untuk melaksanakan tugas dakwah dari Allah swt tersebut. Meskipun untuk itu, mereka harus menghadapi sikap Firaun yang menjengkelkan.

          Suatu hari yang cerah, Firaun mengadakan sebuah perayaan yang tujuan sebenarnya adalah untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya, agar menggentarkan hati Musa dan Harun. Pada perayaan megah itu, tak lupa ia mengundang semua tukang sihirnya untuk menandingi ‘shir’ Musa, yang sebenarnya adalah mukjizat dari Allah swt untuk Nabi yang dipilih-Nya. Mukjizat Musa tersebut adalah tongkatnya yang bisa berubah menjadi ular.
          Dengan congkak, Firaun menantang Musa, “Mana, coba buktikan kalau engkau memang utusan Tuhanmu? Ayoo, masa engkau tak punya kehebatan sedikitpun. Mana mau kami percaya pada manusia biasa sepertimu?”
          Para tukang sihir Firaun maju ke tengah lapangan istana, mereka menyihir tongkat-tongkat mereka menjadi ratusan bahkan ribuan ular-ular kecil. Penonton menjerit-jerit dan berlarian ketakutan, terutama perempuan dan anak-anak. Dalam hati mereka yang ketakutan, mereka mengakui kehebatan Firaun dan tukang-tukang sihirnya.
          Kini tiba giliran Musa. Dengan tenang dan membaca basmalah terlebih dahulu, ia memohon pertolongan kepada Allah swt agar dimudahkan menghadapi kaum Firaun yang buta mata dan hatinya itu.
          Dengan pertolongan Allah swt…ajaib….
          Tongkat Nabi Musa seketika itu juga berubah menjadi ular yang sangat besar dan memakan semua ular-ular kecil yang bertebaran. Seluruh penonton bersorak dan berseru kagum.
          “Waah, itu ularnya hebat ya, bisa memakan semua ular kecil”, seru seorang anak.
          “Bukaan, yang hebat itu ya Musa, bukan ularnya”, sahut ibunya.
          “Ya salah semua. Yang hebat adalah Tuhannya Musa, yang memberikan kekuasaan pada Musa untuk mendatangkan ular dari tongkatnya”, sambut sang ayah.
          “Kalau begitu Firaun sih enggak ada apa-apanya ya, Yah?” Tanya sang anak.
          “Betul. Mari kita mengikuti iman Nabi Musa. Tuhannya pasti jauh lebih berkuasa dari Firaun sombong itu”, jawab sang ayah, penuh semangat.
          Ternyata tak hanya keluarga itu saja yang menyatakan keimanan kepada Musa, tetapi banyak lagi rakyat Firaun yang juga ingin mengikuti Musa. Diantaranya bahkan ada beberapa tukang sihir Firaun. Hal ini membuat Firaun sangat murka.
          “Hai Musa dan Harun, kalian kira kalian memenangkan pertarungan ini ya? Kalian salah! Kalian pasti menyesal! Setelah ini akan ada pembuktian bahwa hanya akulah yang layak kalian sembah. Bukannya Tuhan kalian itu!”
          Tak lupa untuk melengkapi kemarahannya, Firaun memerintahkan seluruh tukang sihir yang beriman kepada Musa untuk disalib saat itu juga. Para rakyat berhamburan ketakutan, tak mau menjadi korban berikutnya. Suasana pesta yang diharapkan akan menambah wibawa Firaun kini hancur berantakan.

          Sementara itu di balik jendela kamarnya di istana megah, Asiyah menyaksikan semua kejadian dengan perasaan yang campur aduk. Ia bahagia, dan bersyukur bahwa Musa selamat dan dapat ‘mengatasi’ ujian dari Firaun. Ia juga merasa bersyukur bahwa ia kini beriman kepada Tuhannya Musa, Tuhan yang sejak dulu sebenarnya sudah ada di dalam hatinya. Ia juga sedih melihat banyaknya korban akibat kekejaman suaminya. Dan tentu saja, ia marah dan kecewa sekali pada suaminya yang tak juga membuka hatinya untuk beriman.

          Di istana Firaun, sejak saat itu, mulai terjadi perubahan. Beberapa pengawal dan dayang istana beriman kepada Tuhannya Musa. Termasuk tukang sisir anak gadis Firaun yang bernama Masyitah. Masyitah adalah seorang istri dan ibu, perempuan sederhana yang berhati mulia. Masyitah cukup dekat dengan Asiyah.
          Lama kelamaan, anak gadis Firaun mulai curiga kepada Masyitah. Ia kemudian mendapat info tentang keimanan Masyitah, sehingga terbuktilah kecurigaannya. Dengan marah, ia mengadu kepada ayahnya bahwa tukang sisirnya sudah berkhianat.
          Belum habis kekesalan Firaun, ia segera memanggil paksa Masyitah dan anak-anaknya. Masyitah diseret kehadapannya dengan seluruh tubuh dirantai. Dengan keras Firaun bertanya, “Siapa Tuhanmu?”
          Masyitah menjawab dengan tenang sambil berdoa di dalam hati, “TUhanku dan Tuhanmu itu sama, satu, yaitu Allah Yang Mahaperkasa”.
          Sudah tak tertahankan lagi amarah Firaun mendengar jawaban Masyitah. Segera ia memerintahkan satu persatu anak Masyitah dimasukkan ke dalam sebuah wajan yang sedang dipanaskan dengan api yang menyala-nyala.
          Melihat ini, Masyitah menangis tak henti sambil terus berdoa mohon pertolongan Allah. Hingga bayi yang ada di dalam pelukannya, diambil paksa pula oleh seorang tentara Firaun. Masyitah menjerit pilu.
          Namun dengan izin Allah swt, bayi itu tiba-tiba berkata, “Jangan bersedih ibu, sesungguhnya ibu berada di dalam kebenaran”.
          Tak lama, habislah seluruh keluarga Masyitah masuk ke dalam wajan dan terpanggang di dalamnya.
         
          Asiyah menyaksikan semua itu dengan mata kepalanya sendiri, dan tak bisa melakukan apapun, karena ia terlalu shock. Ia pingsan. Sebelum pingsan, ia sempat bergumam, “Tiada daya dan upaya, melainkan dengan pertolongan Allah semata…” Berkali-kali ia mengucapkan kalimat yang kita kenal dengan kalimat hawqalah itu.
          Para dayang segera membawa kembali Asiyah ke kamarnya, namun ucapan doa itu sempat terdengar oleh Haman. Orang inilah yang kembali mengadukan Asiyah kepada Firaun.
          Dengan marah, Firaun mendatangi kamar istrinya dan memaksa istrinya bangun. Ia mengancam istrinya akan melakukan kekejaman yang sama seperti terhadap Masyitah dan keluarganya, namun Asiyah tetap bertahan. Beberapa tentara Firaun dengan cepat mengikat tubuh Asiyah yang sedang lemah. Tanpa hati dan perasaan, Firaun mencambuki tubuh istrinya.
          Sebelum kembali pingsan, Asiyah sempat berdoa dengan tegar, “Ya Allah, buatkanlah untukku sebuah istana di sisi-Mu di dalam syurga, serta selamatkanlah aku dari Firaun dan kekejamannya”.

          Allah swt berfirman, “Dan Allah telah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Firaun, ketika dia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di dalam syurga dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim” (QS At Tahrim ayat 11).
          Beberapa masa kemudian, ketika Rasulullah saw sudah diangkat menjadi Nabi, Allah swt mengabarkan bahwa Asiyah sudah berada di syurga-Nya. Rasulullah saw bersabda, “sebaik-baik perempuan di bumi ini ada empat, yaitu Maryam binti Imran, Asiyah istrinya Firaun, Khadijah binti Khuwailid, dan Fathimah binti Muhammad”.


Trivia tentang Asiyah


1.    Asiyah tidak pernah punya anak dari Firaun, adapun anak gadis Firaun yang diceritakan di atas adalah anak Firaun dari istrinya terdahulu yang sudah meninggal dunia.
2.    Asiyah meninggal dunia tidak lama setelah siksaan yang ia peroleh dari Firaun dalam keadaan sakit.
3.    Asiyah dan Masyitah berteman dekat sejak Hezekil (Hazaqil), suami Masyitah dihukum mati dengan dipanah dan diikat pada sebuah pohon. Hazaqil dihukum mati, karena sebagai pegawai istana, ia menentang hukuman mati kepada para tukang sihir yang beriman kepada Musa.
4.    Ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Asiyah meninggal pada saat disalib oleh suaminya yang kejam itu dan punggungnya dirantai dengan besi.

5.    Ada beberapa riwayat juga yang mengatakan bahwa Masyitah terbuka keimanannya ketika ia melaknat Firaun saat sisir yang dipakainya untuk menyisir rambut anak gadis Firaun terjatuh. Bahkan ada riwayat juga yang menyatakan bahwa Asiyah sendirilah yang menyisir rambut anak tirinya itu. Wallahu a’lam.