Minggu, 16 September 2018

Nabi Daud as Raja yang Kuat dan Adil


            Sepeninggal Nabi Musa as dan Harun as, Bani Israil kehilangan pembimbing. Pernah ada seorang shaleh bernama Yusya bin Nun. Tapi setelah ia meninggal, kembali bangsa itu kehilangan pegangan.
            Tak lama lahirlah seorang bayi bernama Samuel (Syamwail). Setelah dewasa, Samuel menjadi pemimpin Bani Israil karena kebaikan akhlaknya dan keberaniannya memimpin.
            Sementara itu kaum Bani Israil sudah bosan dijajah. Mereka ingin merdeka dan mengangkat raja dari keturunan sendiri. Mereka ingin mengangkat Samuel menjadi raja, tapi dia menolak.
            Menurut Samuel, ada yang lebih pantas menjadi raja, namanya Thalut. Rakyat sempat bingung juga. Soalnya meskipun alim dan ahli ibadah, si Thalut ini miskinnya nggak ketulungan. Kerjaannya cuma tukang ngangkut air. Raja kok miskin?
            Tapi Thalut ini ahli ibadah, rajin, tekun, dan ahli strategi perang.
            Konon Nabi Musa dan Nabi Harun memiliki sebuah warisan berupa sebuah tabut (peti) yang berguna untuk mendamaikan Bani Israil jika mereka berselisih. Dengan peti itu mereka mau berdamai karena takut murka Allah. Tapi sejak dijajah, Bani Israil nggak tahu lagi gimana nasib peti itu.
            Nah, kebetulan menurut keterangan Samuel, hanya Thalut yang bisa mengembalikan peti itu. Jadi kalau nanti Thalut berkuasa, Jibril yang ditugasi menyimpan peti itu akan menyerahkan peti itu kepada Thalut. Dengan argumen Samuel, bangsa Bani Israil akhirnya mau mengangkat Thalut sebagai raja.
            Setelah berkuasa, Raja Thalut mengumumkan perang terhadap penjajah, yaitu Jalut (Goliath) dan bala tentaranya. Ia membuka lowongan jadi tentara kepada setiap pemuda.
            Pengumuman itu sampai ke Bethlehem, sebuah kota kecil yang tenang. Ada sebuah keluarga dengan 13 anak di sana. Yisya, sang ayah, meminta anak-anaknya ikut menjadi tentara. Diantara 3 anaknya yang mau mendaftar, ada salah seorang bernama Daud yang masih remaja. 'Karir' sebelumnya adalah penggembala kambing. Usianya masih belasan tahun. Ya sepantaran kamu sekarang deh.
            Dia adalah Daud AS bin Isya’ bin ‘Uwaid, salah seorang keturunan Yahudza bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim AS. Ahli Taurat dan Injil menyebutkan nasab Daud dalam beberapa kitab mereka secara terperinci. Mereka semua sepakat, bahwa Daud berasal dari keturunan Yahudza bin Ya’qub alias Isra’il AS. Beliau adalah salah seorang rasul yang menerima kitab samawi setelah Musa AS. Allah menurunkan kitab Zabur kepadanya, seperti firman Allah, “Kami berikan Zabur kepada Daud.
Tuh, Daud seusia kamu sudah berani membela negara, ikutan perang. Kamu mah beraninya main perang-perangan di PS atau game komputer doang. Payah ah:).
            Saat maju ke medan tempur, Daud bersemangat sekali. Apalagi dia lihat Jalut ini ternyata gedenya kayak raksasa. Nggak ada yang berani melawannya. Thalut sampai bikin janji, siapa yang bisa bunuh si Giant satu ini, akan dikasih hadiah dan dinikahkan sama putrinya.       Senjatanya Daud sebenarnya cuma ketepel doang lagi! Diam-diam dia nyelepet (memanah) mata kiri Jalut dengan senjatanya itu.
            Clep! Kenaaa!
            Mata kiri Jalut mengeluarkan darah sangat banyak, hingga mengakibatkan ia tewas. Bala tentaranya langsung ngibrit begitu tahu rajanya meninggal.
            Bangsa Israil memperoleh kemerdekaannya. Atas jasanya dalam perang, Daud diangkat jadi Panglima Perang. Kalau di negara kita namanya Panglima TNI kalee.
            Dalam bertugas, Daud sangat jujur, adil, dan cerdas. Dia langsung makin ngetop dan berkibar namanya di kalangan rakyat.
            Diam-diam Raja Thalut khawatir juga. Takut kalah ngetop dan dicintai rakyatnya. Jangan-jangan nanti Daud bisa jadi raja! Begitu pikirnya. Berkali-kali ia menyuruh kaki tangannya membunuh Daud tapi gagal melulu.
            Suatu ketika meletuslah perang Jalbu, yaitu perang melawan sisa-sisa penjajah yang mau merebut kembali tanah bani Israil. Dalam perang itu, tiga putra Thalut tewas. Thalut sendiri mati bunuh diri.
            Pemerintahan dilanjutkan oleh putra Thalut yang selamat, namanya Asybusyit. Sayangnya dia nggak berlaku adil. Rakyat banyak yang protes. Hingga akhirnya meletus perang saudara yang berakhir dengan diangkatnya Daud menjadi raja.
            Selain sebagai raja, Daud diangkat oleh Allah sebagai Nabi. Ia mempunyai mukjizat, bisa menyuruh gunung-gunung dan binatang untuk bertasbih memuji Allah bersamanya. Beliau diberi kemampuan melunakkan dan membentuk besi dengan tangannya.
            Daud AS memiliki suara yang merdu dan senandung yang indah, sampai-sampai beliau dijadikan perumpamaan bagi orang yang mempunyai suara merdu, seperti misalnya, “perdendangkanlah seruling dari serulingnya Daud.” Konon, Rasulullah Saw pernah mendengar suara Abu Musa al-Asy’ariy saat ia membaca al-Qur’an –suaranya sangat merdu—Beliau berhenti untuk mendengarkan bacaan Abu Musa. Rasulullah takjub dengan kemerduan suara Abu Musa dan bacaannya yang menawan. Beliau bersabda kepada Abu Musa, “Sungguh engkau diberikan satu dari serulingnya keluarga Daud.” “Wahai Rasulullah, apakah engkau telah mendengarkan bacaanku?” tanya Abu Musa. “Ya!” Abu Musa berkata, “Andaikan aku tahu engkau mendengarkan suaraku, tentu aku akan memperindahnya.” Maksudnya, mempermerdu dan memperindah bacaanku.
Ketika Daud sedang membaca Taurat, burung-burung menghentikan terbangnya lalu bercokol di dahan dan ranting pepohonan. Mereka mengikuti bacaan tarji’ dan tasbih Daud. Demikian pula gunung, ikut bergema bersama Daud pada waktu pagi dan sore. Beliau membaca Zabur dengan kemerduan suara yang tidak pernah terdengar telinga sebelumnya, sampai-sampai jin, manusia, dan burung  terkesima dibuatnya, hingga sebagian dari mereka ada yang mati kelaparan.[1] Beliau melantunkan tasbih dan pujian kepada Allah dengan suaranya yang merdu dan indah serta melagukan kalam Allah dalam kitab Zabur, maka burung-burung dan gunung ikut bertasbih bersamanya. Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi. (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing taat kepada Allah.” (Qs. Shad: 18-19)
Allah juga berfirman:
Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), ‘Hai gunung-gunung, dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud.’ Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (Qs. Saba’: 10)
Bersamaan dengan kemerduan suara tersebut juga dibarengi bacaaan Zabur yang cepat penuh penghayatan, senandung dan lagu yang sahdu. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Daud meringankan bacaannya, sambil menjalankan hewan tunggangannya lalu meletakkan pelana di atas pundak hewan itu untuk dinaiki. Daud membaca Zabur sebelum memasangkan pelana pada hewan tunggangannya. Beliau tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)
Allah memberinya kitab suci bernama Zabur. Kaum Nasrani menyebutnya Mazmur, yaitu sejenis kitab berisi puji-pujian. Sebenarnya hanya sebagian isi Mazmur yang merupakan bagian Zabur, sisanya dikarang setelah Nabi Daud wafat.
            Nabi Daud dikenal juga sebagai raja yang jujur, adil, dan bijaksana. Ia juga sangat baik manajemen waktunya, kapan harus beribadah, bekerja, dan beristirahat.
            Pada waktu menjadi raja atas bani Israil, Daud berumur 30 tahun, dan bertahta selama 40 tahun. Sebagai raja di Hebron atas bangsa Yahuda selama 7 tahun setengah, dan raja di Yerussalem selama 33 tahun atas Bani Israil dan Yahuda. Sebelum wafat, ia mengangkat putranya, Sulaiman, yang juga diberi Allah tugas kenabian, sebagai raja.
Ahli Kitab berkata, “Daud hidup selama tujuh puluh tujuh tahun, kemudian Allah memanggilnya.” Ibnu Jarir membantah pendapat ini. Ia berkata, “pendapat ahli Kitab ini keliru. Nabi Daud hidup selama seratus tahun. Hal tersebut berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, “Di saat keturunan Adam di keluarkan dari pundaknya, beliau melihat di sana terdapat para nabi. Beliau melihat di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang sedang merintih. Adam berkata, “Wahai Tuhanku, siapakan ini?’ Allah menjawab, “ini putramu, Daud.” Adam bertanya, ‘Wahai Tuhanku, berapakah usianya?’ Allah menjawab, ‘Enam puluh tahun.’ Adam berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah menjawab, ‘Tidak, kecuali jika Aku menambahkannya dari umurmu –umur Adam adalah seribu tahun—kemudian Allah menambah umur Daud sebanyak empat puluh tahun. Ketika umur Adam telah habis, malaikat maut mendatangi beliau. Ia berkata, ‘Umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi.” Adam lupa dengan apa yang telah ia berikan kepada putranya, Daud, maka Allah menyempurnakan umur Adam menjadi seribu tahun dan bagi Daud seratus tahun.”[2] Daud memerintah kerajaannya selama empat puluh tahun.
           
Ayat-ayat tentang Nabi Daud as:
QS Shad 17-20, 26, Al Anbiyaa 78-80, Saba 10-11.


[1] Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid II, hlm. 11.
[2] Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid II, hlm. 46.