Sepeninggal Nabi
Musa as dan Harun as, Bani Israil kehilangan pembimbing. Pernah ada seorang
shaleh bernama Yusya bin Nun. Tapi setelah ia meninggal, kembali bangsa itu
kehilangan pegangan.
Tak lama lahirlah seorang bayi
bernama Samuel (Syamwail). Setelah dewasa, Samuel menjadi pemimpin Bani Israil
karena kebaikan akhlaknya dan keberaniannya memimpin.
Sementara itu kaum Bani Israil sudah
bosan dijajah. Mereka ingin merdeka dan mengangkat raja dari keturunan sendiri.
Mereka ingin mengangkat Samuel menjadi raja, tapi dia menolak.
Menurut Samuel, ada yang lebih
pantas menjadi raja, namanya Thalut. Rakyat sempat bingung juga. Soalnya
meskipun alim dan ahli ibadah, si Thalut ini miskinnya nggak ketulungan.
Kerjaannya cuma tukang ngangkut air. Raja kok miskin?
Tapi Thalut ini ahli ibadah, rajin,
tekun, dan ahli strategi perang.
Konon Nabi Musa dan Nabi Harun
memiliki sebuah warisan berupa sebuah tabut (peti) yang berguna untuk
mendamaikan Bani Israil jika mereka berselisih. Dengan peti itu mereka mau
berdamai karena takut murka Allah. Tapi sejak dijajah, Bani Israil nggak tahu
lagi gimana nasib peti itu.
Nah, kebetulan menurut keterangan
Samuel, hanya Thalut yang bisa mengembalikan peti itu. Jadi kalau nanti Thalut berkuasa,
Jibril yang ditugasi menyimpan peti itu akan menyerahkan peti itu kepada
Thalut. Dengan argumen Samuel, bangsa Bani Israil akhirnya mau mengangkat
Thalut sebagai raja.
Setelah berkuasa, Raja Thalut
mengumumkan perang terhadap penjajah, yaitu Jalut (Goliath) dan bala
tentaranya. Ia membuka lowongan jadi tentara kepada setiap pemuda.
Pengumuman itu sampai ke Bethlehem,
sebuah kota kecil yang tenang. Ada sebuah keluarga dengan 13 anak di sana.
Yisya, sang ayah, meminta anak-anaknya ikut menjadi tentara. Diantara 3 anaknya
yang mau mendaftar, ada salah seorang bernama Daud yang masih remaja. 'Karir'
sebelumnya adalah penggembala kambing. Usianya masih belasan tahun. Ya
sepantaran kamu sekarang deh.
Dia adalah Daud AS bin Isya’
bin ‘Uwaid, salah seorang keturunan Yahudza bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim
AS. Ahli Taurat dan Injil menyebutkan nasab Daud dalam beberapa kitab mereka
secara terperinci. Mereka semua sepakat, bahwa Daud berasal dari keturunan
Yahudza bin Ya’qub alias Isra’il AS. Beliau adalah salah seorang rasul yang
menerima kitab samawi setelah Musa
AS. Allah menurunkan kitab Zabur
kepadanya, seperti firman Allah, “Kami
berikan Zabur kepada Daud.”
Tuh,
Daud seusia kamu sudah berani membela negara, ikutan perang. Kamu mah beraninya
main perang-perangan di PS atau game komputer doang. Payah ah:).
Saat maju ke medan tempur, Daud
bersemangat sekali. Apalagi dia lihat Jalut ini ternyata gedenya kayak raksasa.
Nggak ada yang berani melawannya. Thalut sampai bikin janji, siapa yang bisa
bunuh si Giant satu ini, akan dikasih hadiah dan dinikahkan sama putrinya. Senjatanya Daud sebenarnya cuma ketepel
doang lagi! Diam-diam dia nyelepet (memanah) mata kiri Jalut dengan senjatanya
itu.
Clep! Kenaaa!
Mata kiri Jalut mengeluarkan darah
sangat banyak, hingga mengakibatkan ia tewas. Bala tentaranya langsung ngibrit
begitu tahu rajanya meninggal.
Bangsa Israil memperoleh
kemerdekaannya. Atas jasanya dalam perang, Daud diangkat jadi Panglima Perang.
Kalau di negara kita namanya Panglima TNI kalee.
Dalam bertugas, Daud sangat jujur,
adil, dan cerdas. Dia langsung makin ngetop dan berkibar namanya di kalangan
rakyat.
Diam-diam Raja Thalut khawatir juga.
Takut kalah ngetop dan dicintai rakyatnya. Jangan-jangan nanti Daud bisa jadi
raja! Begitu pikirnya. Berkali-kali ia menyuruh kaki tangannya
membunuh Daud tapi gagal melulu.
Suatu ketika meletuslah perang
Jalbu, yaitu perang melawan sisa-sisa penjajah yang mau merebut kembali tanah
bani Israil. Dalam perang itu, tiga putra Thalut tewas. Thalut sendiri mati bunuh
diri.
Pemerintahan dilanjutkan oleh putra
Thalut yang selamat, namanya Asybusyit. Sayangnya dia nggak berlaku adil.
Rakyat banyak yang protes. Hingga akhirnya meletus perang saudara yang berakhir
dengan diangkatnya Daud menjadi raja.
Selain sebagai raja, Daud diangkat
oleh Allah sebagai Nabi. Ia mempunyai mukjizat, bisa menyuruh gunung-gunung dan
binatang untuk bertasbih memuji Allah bersamanya. Beliau diberi kemampuan
melunakkan dan membentuk besi dengan tangannya.
Daud AS
memiliki suara yang merdu dan senandung yang indah, sampai-sampai beliau
dijadikan perumpamaan bagi orang yang mempunyai suara merdu, seperti misalnya,
“perdendangkanlah seruling dari serulingnya Daud.” Konon, Rasulullah Saw pernah
mendengar suara Abu Musa al-Asy’ariy saat ia membaca al-Qur’an –suaranya sangat
merdu—Beliau berhenti untuk mendengarkan bacaan Abu Musa. Rasulullah takjub
dengan kemerduan suara Abu Musa dan bacaannya yang menawan. Beliau bersabda
kepada Abu Musa, “Sungguh engkau diberikan satu dari serulingnya keluarga Daud.”
“Wahai Rasulullah, apakah engkau telah mendengarkan bacaanku?” tanya Abu Musa.
“Ya!” Abu Musa berkata, “Andaikan aku tahu engkau mendengarkan suaraku, tentu
aku akan memperindahnya.” Maksudnya, mempermerdu dan memperindah bacaanku.
Ketika Daud sedang membaca Taurat, burung-burung
menghentikan terbangnya lalu bercokol di dahan dan ranting pepohonan. Mereka
mengikuti bacaan tarji’ dan tasbih Daud. Demikian pula gunung, ikut
bergema bersama Daud pada waktu pagi dan sore. Beliau membaca Zabur dengan kemerduan
suara yang tidak pernah terdengar telinga sebelumnya, sampai-sampai jin,
manusia, dan burung terkesima dibuatnya,
hingga sebagian dari mereka ada yang mati kelaparan.[1]
Beliau melantunkan tasbih dan pujian kepada Allah dengan suaranya yang merdu dan
indah serta melagukan kalam Allah dalam kitab Zabur, maka burung-burung dan
gunung ikut bertasbih bersamanya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami
menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang
dan pagi. (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul.
Masing-masing taat kepada Allah.” (Qs. Shad: 18-19)
Allah juga berfirman:
“Sesungguhnya telah
Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), ‘Hai
gunung-gunung, dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud.’
Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (Qs. Saba’: 10)
Bersamaan dengan kemerduan suara tersebut juga dibarengi
bacaaan Zabur yang cepat penuh penghayatan, senandung dan lagu yang sahdu.
Dalam sebuah hadis disebutkan, “Daud meringankan bacaannya, sambil menjalankan
hewan tunggangannya lalu meletakkan pelana di atas pundak hewan itu untuk
dinaiki. Daud membaca Zabur sebelum memasangkan pelana pada hewan
tunggangannya. Beliau tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri.” (HR.
Bukhari)
Allah
memberinya kitab suci bernama Zabur. Kaum Nasrani menyebutnya Mazmur, yaitu
sejenis kitab berisi puji-pujian. Sebenarnya hanya sebagian isi Mazmur yang
merupakan bagian Zabur, sisanya dikarang setelah Nabi Daud wafat.
Nabi Daud dikenal juga sebagai raja
yang jujur, adil, dan bijaksana. Ia juga sangat baik manajemen waktunya, kapan
harus beribadah, bekerja, dan beristirahat.
Pada waktu menjadi raja atas bani
Israil, Daud berumur 30 tahun, dan bertahta selama 40 tahun. Sebagai raja di
Hebron atas bangsa Yahuda selama 7 tahun setengah, dan raja di Yerussalem
selama 33 tahun atas Bani Israil dan Yahuda. Sebelum wafat, ia mengangkat
putranya, Sulaiman, yang juga diberi Allah tugas kenabian, sebagai raja.
Ahli
Kitab berkata, “Daud hidup selama tujuh puluh tujuh tahun, kemudian Allah
memanggilnya.” Ibnu Jarir membantah pendapat ini. Ia berkata, “pendapat ahli
Kitab ini keliru. Nabi Daud hidup selama seratus tahun. Hal tersebut
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, “Di saat keturunan Adam di keluarkan
dari pundaknya, beliau melihat di sana
terdapat para nabi. Beliau melihat di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang
sedang merintih. Adam berkata, “Wahai Tuhanku, siapakan ini?’ Allah menjawab,
“ini putramu, Daud.” Adam bertanya, ‘Wahai Tuhanku, berapakah usianya?’ Allah
menjawab, ‘Enam puluh tahun.’ Adam berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah
umurnya.” Allah menjawab, ‘Tidak, kecuali jika Aku menambahkannya dari umurmu
–umur Adam adalah seribu tahun—kemudian Allah menambah umur Daud sebanyak empat
puluh tahun. Ketika umur Adam telah habis, malaikat maut mendatangi beliau. Ia
berkata, ‘Umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi.” Adam lupa dengan apa
yang telah ia berikan kepada putranya, Daud, maka Allah menyempurnakan umur
Adam menjadi seribu tahun dan bagi Daud seratus tahun.”[2]
Daud memerintah kerajaannya selama empat puluh tahun.
Ayat-ayat
tentang Nabi Daud as:
QS
Shad 17-20, 26, Al Anbiyaa 78-80, Saba 10-11.
[1] Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid II, hlm.
11.
[2]
Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid
II, hlm. 46.