Minggu, 13 Agustus 2017

Nabi Shaleh dan Unta Ajaib

Nabi Shaleh as masih keturunan Sam bin Nuh as. Dia diutus Allah swt untuk berdakwah kepada kaum Tsamud yang masih sama-sama keturunan Sam bin Nuh. Silsilahnya Shaleh bin Abaid bin Asaf bin Masyih bin Abid bin Hadzir bin Tsamud bin Shaleh bin Arfashad bin Sam bin Nuh. Kalau silsilahnya Tsamud itu: Tsamud bin 'Ad bin Irmi bin Shaleh bin Arfashad bin Sam bin Nuh. Coba deh kamu bikin silsilah keluargamu, ribet nggak?
Dia adalah Shaleh putra ‘Ubaid bin Asaf. Nasabnya bersambung hingga Sam bin Nuh. Shaleh diutus oleh Allah pada satu kabilah Arab yang telah punah, yaitu kabilah Tsamud. Kabilah ini dinamakan Tsamud karena dinisbatkan pada salah satu kekek mereka yang bernama Tsamud bin ‘Amir, salah seorang putra Sam bin Nuh.
Menurut satu pendapat, bangsa Arab yang hidup sebelum nabi Isma’il AS disebut Arab al-‘Aribah. Mereka terdiri dari banyak kabilah, di antaranya Tsamud, Jurhum, Madyan, Qahthan, dan seterusnya.
Adapun bangsa Arab Musta’ribah adalah anak keturunan Isma’il bin Ibrahim. Jadi, nabi Isma’il adalah orang pertama yang menggunakan bahasa Arab fushha yang baligh. Beliau mempelajari bahasa Arab dari kabilah Jurhum yang hidup bersama ibunya, Hajar, di Mekah.[1] Ini artinya kabilah Tsamud ada sebelum Isma’il AS dan mereka termasuk bangsa Arab al-‘Aribah.
Tempat tinggal kaum Tsamud
Pemukiman kaum Tsamud berada di daerah Hijr, karena itu Allah menamai mereka dalam al-Qur’an Ashab al-Hijr (penduduk kota Hijr). Allah berfirman:
Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota al-Hijr telah mendustakan rasul-rasulnya. Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya.” (Qs. Al-Hijr: 80-81)
Adapun daerah Hijr sendiri terletak di antara Hijaz dan Syam. Daerah ini sering dilewati oleh para musafir yang melalui jalur darat. Daerah ini sekarang terkenal dengan nama “Fajj an-Naqah”. Peninggalan purbakala berupa bangunan kaum Tsamud masih ada hingga kini dan dinamankan “Mada’in Shaleh” (Kota-kota nabi Shaleh).
Al-Mas’udiy berkata, “Bangunan-bangunan kaum Tsamud masih tersisa dan peninggalan mereka terlihat di jalur yang dilewati orang dari Syam. Hijr kaum Tsamud berada di sebelah tenggara Madyan, berdekatan dengan teluk al-‘Aqabah.”
Asal-usul kaum Tsamud
Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan asal-muasal kaum Tsamud dan kapan mereka ada. Sebagian sejarawan berpendapat, kaum Tsamud adalah sisa kaum ‘Ad yang masih hidup. Sejarawan lainnya menyebutkan, bahwa kaum Tsamud merupakan sisa dari suku bangsa ‘Amaliq yang bermigrasi ke daerah Hijr melalui jalur selatan Furat.
Sebagian sejarawan orientalis berpendapat bahwa kaum Tsamud adalah bangsa Yahudi yang tinggal di sekitar wilayah Hijr dan belum masuk ke daerah Palestina. Pendapat orientalis ini keliru, karena bangsa Yahudi belum dikenal kecuali setelah Musa AS keluar bersama bani Isra’il dari negeri Mesir. Bagaimana mungkin kaum Tsamud itu bangsa Yahudi?
Pendapat yang paling shahih adalah bahwa kaum Tsamud adalah orang-orang Arab dari kaum ‘Ad yang masih tersisa. Pendapat ini diperkuat dengan firman Allah melalui lisan nabi-Nya, Shaleh AS:
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikanmu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Qs. Al-A’raf: 74)
Ibnu Katsir menulis: “Mereka adalah kabilah terkenal yang disebut Tsamud sesuai dengan nama kakek mereka, Tsamud saudara Judais. Kaum Tsamud termasuk bangsa Arab al-‘Aribah yang tinggal di daerah Hijr, yang terletak di antara Hijaz dan Tabuk. Rasulullah pernah melewati tempat ini ketika beliau pergi ke Tabuk bersama kaum muslimin. Di saat mereka sampai di Hijr di sekitar bekas pemukiman kaum Tsamud, orang-orang meminta minuman dari tempat (periuk) yang dulu digunakan oleh kaum Tsamud. Mereka membuat adonan dan memasak dengan alat itu. Ketika Rasulullah mengetahui kejadian itu, beliau menyuruh mereka menumpahkan air yang ada dalam periuk-periuk itu dan memberikan adonannya kepada unta. Beliau kemudian melanjutkan perjalanan hingga sampai ke sebuah sumur yang biasa digunakan untuk memberi minum unta, Rasulullah berkata pada para sahabat –seperti tertuang dalam as-Shahihain--, “Jangan masuk ke (tempat-tempat) orang yang telah diazab ini, kecuali kalian menangis. Jika kalian tidak menangis, maka jangan masuk ke tempat mereka (karena aku khawatir) kau akan terkena azab yang telah mereka rasakan.” (HR. Bukhari Muslim)
Adapun tentang kapan masa keberadaan kaum Tsamud tidak diketahui dengan pasti. Hanya saja, yang jelas mereka ada setelah kaum ‘Ad, seperti keterangan ayat di atas, sebelum tahun miladiyah (kelahiran ‘Isa) dan sebelum zaman Musa AS. Hal ini berdasarkan argumen pernyataan seorang mukmin dari keluarga Fir’aun yang mengancam kaumnya dengan azab Allah:
Dan orang yang beriman itu berkata, ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaaan kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hambanya.” (Qs.  Ghafir: 30-31)
Di antara tokoh yang menolak pendapat orientalis, yang menyatakan bahwa kabilah Tsamud berasal dari bangsa Yahudi, adalah Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar dalam bukunya, Qishash al-Anbiya’.
Kaum Tsamud tinggal di daerah Hadramaut, yaitu daratan antara Yaman dan Syria. Sebagian menafsirkan daerah itu bernama Wadil Qura, sebagian lagi mengatakan desa Al Hijr adalah tempat tinggal kaum Tsamud.
Mereka jago banget bertani, beternak, dan membuat bangunan. Mungkin kalau sekarang namanya insinyur pertanian, peternakan, dan sipil kalee. Kaum Tsamud hidup makmur dan mewah.
            Bentuk fisik mereka juga tangguh dan kuat. Umurnya sangat panjang. Awalnya mereka membangun rumah dari pohon dan cabang-cabangnya, tapi suka keburu roboh duluan. Mereka jago memahat gunung batu menjadi bangunan yang cantik. Rumah mereka banyak berdiri di tebing-tebing pegunungan yang cantik.
            Sayangnya mereka suka foya-foya, berzina, dan berlaku zalim. Hukum yang dipakai adalah hukum rimba, siapa yang kuat, dia yang menang.           
            Mereka mencari Tuhan, namun sayangnya keliru menemukan tuhannya. Mereka membuat Tuhan dari barang-barang karya cipta sendiri. Jadilah mereka penyembah berhala.
            Waktu Nabi Shaleh as mencoba mengingatkan, mereka malah balas mencemooh. Mereka minta Nabi Shaleh menunjukkan, kayak apa sih wujud Tuhan itu. Mereka juga mengatakan kalau Nabi Shaleh itu udah gila, kena sihir, atau kesurupan.
            Karena itu Nabi Shaleh berdoa kepada Allah, mohon diberi mukjizat. Allah memerintahkan Nabi Shaleh memukulkan tangannya pada sebuah batu besar. Subhanallah... muncullah seekor unta USYARAH (UNTA YANG BERUMUR DELAPAN SAMPAI SEPULUH BULAN) yang gemuk dan bagus. Kandungan susunya juga banyak. Unta betina itu malah langsung melahirkan anaknya di situ.  Langsung deh kaumnya berdecak kagum. Bahkan seorang tokoh masyarakat bernama Jundu bin 'Amr langsung menyatakan keimanannya, saking takjubnya.
            Nabi Shaleh sudah bilang jauh-jauh hari, jangan ada yang mengganggu itu unta. Soalnya itu unta kan mukjizat dari Allah. Takutnya kalau unta itu diganggu, Allah akan murka.
            Sejak itu sang unta hidup berpindah-pindah kemana dia suka. Setiap hari ada saja orang yang mengambil susunya. Herannya, susu unta itu tetap banyak, malah nggak habis-habis.
            Unta itu dan anaknya suka minum air di telaga. Bahkan menghabiskan isi telaga itu. Ajaibnya air danau itu naik lagi dengan sendirinya. Unta itu setiap berangkat dan pulang dari danau selalu lewat jalan yang beda-beda.
Kenapa unta menjadi mukjizat nabi Shaleh?
 Unta nabi Shaleh memiliki beberapa mukjizat menakjubkan yang benar-benar menunjukkan kebenaran beliau. Unta tersebut merupakan tanda kekuasaan yang agung dan mukjizat bersinar dari sisi Allah. Letak kemukjizatan unta nabi Shaleh di antaranya:
Pertama: unta tersebut keluar dari batu besar yang nota bene adalah benda mati. Bagaimana mungkin binatang lahir dari batu?
Kedua: unta tersebut minum seluruh air minum kabilah “Ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari tertentu.” (Qs. As-Syu’ara’: 155). Seekor unta yang menghabiskan air minum satu umat merupakan suatu yang menakjubkan.
Ketiga: unta nabi Shaleh memberikan susu perah kepada seluruh kabilah menurut kadar air yang diminumnya. Ini juga merupakan suatu yang menakjubkan.
Imam ar-Razi berkata, “Ketahuilah, al-Qur’an mengindikasikan bahwa dalam unta nabi Shaleh terdapat tanda kekuasaan Allah. Adapun keterangan bahwa unta tersebut mempunyai pertanda tertentu itu tidak disebutkan. Allah berfirman: ‘Unta betina ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, jangan kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, maka kamu ditimpa siksaan yang pedih.” (Qs. Al-A’raf: 73)
Pertanda kemukjizatan ini merupakan bukti yang jelas atas kebenaran nabi Shaleh, sesuai permintaan kaum Tsamud. Mereka berjanji jika Shaleh bisa membelah batu dan mengeluarkan darinya seekor unta, maka mereka akan mengikuti dan mengimani beliau.
Ibnu Katsir menulis, “Para mufassirin menuturkan, bahwa pada suatu hari kaum Tsamud berkumpul di tempat perkumpulan. Kemudian Shaleh datang berdakwah mengajak mereka untuk menyembah Allah, mengingatkan, menyadarkan, dan memberi petuah. Tapi mereka malah berkata, “Jika engkau bisa mengeluarkan dari batu besar ini –sambil menunjuk batu tersebut—seekor unta hamil, yang mempunyai sifat ini dan itu, kami akan beriman dan membenarkanmu. Nabi Shaleh menerima janji mereka, kemudian beliau segera pergi ke mushalla, lalu shalat dan berdoa kepada Allah agar Dia memenuhi permohonan kaumnya. Allah mengabulkan doanya. Tiba-tiba batu besar itu terbuka dan keluarlah seekor unta sangat besar yang sedang hamil menurut sifat-sifat yang diinginkan. Ketika kaum Tsamud menyaksikan dengan mata kepala unta tersebut, mereka melihat suatu yang agung,  pemandangan yang aneh, kekuasaan luar biasa, argumen  yang mematikan, dan bukti yang nyata, maka sebagian mereka beriman. Sedang sebagian besar lainnya tetap dalam kekufuran, kesesatan, dan perlawanan. “Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu.” (Qs. Al-Isra’: 59).

Tapi, ada saja yang tidak suka pada unta itu. Suatu malam mereka mengadakan 'meeting' untuk membunuh unta itu. Akhirnya seorang pemuda kafir berbadan tegap, Quddar bin Salif,  diutus untuk mengeksekusi si unta.
            Sebenarnya kisah ini dimulai dari seorang laki-laki bernama Shunaim bin Harawah yang menikahi perempuan kaya raya bernama Shaduq. Namun ketika Shunaim beriman, Shaduq tetap kafir. Shaduq menyembunyikan anak-anaknya agar nggak terpengaruh bapaknya.
            Berkat bantuan paman Nabi Shaleh yang telah beriman, Shunaim bisa menemukan anak-anaknya lagi. Akibatnya Shaduq makin dendam terhadap Nabi Shaleh.
            Ia bertemu dan akhirnya bersahabat dengan Unizah binti Ghanam yang juga dendam sama Nabi Shaleh. Gara-garanya, kambing Unizah suka ngibrit kalau ketemu unta ajaib itu. Lagipula si kambing suka nggak kebagian air di telaga karena sudah disedot si unta.
            Mereka berdua sepakat membunuh unta itu. Sayangnya, biarpun diiming-imingi uang, nggak ada yang mau membunuh unta itu. Tapi saat mereka bertemu dengan Mushaddi bin Mahraj, seorang pemuda, ternyata Mushaddi menyanggupinya. Terang aja, sebenarnya si Mushaddi ini suka sama Shaduq. Jadi ini dalam rangka pedekatenya dia lah.
            Mushaddi mengajak sahabatnya yang bernama Quddar bin Salif, tokoh paling jahat di situ. Mereka mengumpulkan sembilan orang yang sama-sama benci sama Nabi Shaleh.
            Pagi harinya, unta itu muncul di dekat telaga dan langsung disambut orang-orang yang mau memerah susunya. Ketika orang-orang sudah bubar, barulah si pemuda kafir membunuh unta.
            Kesembilan orang yang benci sampai ke ubun-ubun sama Nabi Shaleh itu sebelumnya sempat berencana membunuh beliau diam-diam.
            Nabi Shaleh selalu tidur di dalam masjid yang disebut Masjid Shaleh bersama kaumnya. Waktu beliau keluar untuk menemui kaumnya, selesai Shubuh, mereka menjalankan aksinya. Alhamdulillah upaya itu berhasil dihalangi para malaikat. Para penjahat itu dilempari batu sampai terbirit-birit. Nah, baru deh mereka membunuh unta itu dengan cara dipanah. Unta itu dikenai panah tepat di lehernya. Habis itu mereka mencincang dan memakan unta itu sampai habis.
            Nabi Shaleh tentu saja marah sekali mengetahui untanya dibunuh. Si pemuda malah menantang balik, katanya gara-gara unta itu, telaga jadi butek. Alasan sebenarnya sih, yang bikin mereka itu gondok, mereka takut gara-gara 'unta ajaib' itu makin banyak saja yang beriman kepada Allah.
            Bahkan mereka menantang Nabi Shaleh untuk membuktikan azab Allah. Berani banget ya?          
            Akan halnya orang-orang beriman menangis karena takut pada azab Allah. Nabi Shaleh menyuruh mereka mencari si anak unta, sebab barangkali bisa mencegah murka Allah.
            Ternyata si anak unta sudah masuk kembali ke tempat ia dan ibunya berasal, yaitu ke dalam batu besar. Sebelumnya ia meraung dengan suara keras.
            Hari pertama dan kedua memang nggak ada kejadian apa-apa. Mereka makin merasa senang.
            Paling-paling ada tanda kecil. Hari pertama wajah mereka menjadi kekuning-kuningan. Mereka saling ledek-ledekan. Hari kedua, malah berubah jadi kemerah-merahan. Sebagian dari mereka mulai yakin kalau ini siksa dari Allah. Tapi yang masih kafir tetap keukeuh. Hingga hari ketiga wajah mereka jadi menghitam legam.
            Pada hari ketiga inilah, Allah menyempurnakan azab-Nya. Langit menjadi gelap, membuat mereka panik. Sementara Nabi Shaleh dan ummatnya yang beriman sudah duluan menyelamatkan diri.
            Orang-orang itu mulai ketakutan. Mereka membalsem tubuh dan saling menutupi dengan temannya. Mereka ramai-ramai berbaring di tanah menunggu azab.
            Mereka menemui ajalnya karena disambar petir yang sangat keras. Belum cukup sampai di situ, mereka diguncang gempa hebat dan mati di rumah mereka sendiri.
            Nggak ada yang selamat dalam bencana itu, kecuali seorang perempuan. Ia menyelamatkan diri dan kemudian minum air dari telaga. Ia kemudian meninggal kelelahan.
            Pada perang Tabuk, Rasulullah saw dan para sahabat sempat melewati bekas perkampungan kaum Tsamud. Kaum muslimin minum air dari sumur di situ. Namun Nabi melarangnya dan menyuruh mereka minum dari sumur bekas tempat unta Nabi Shaleh minum.
            Saat melewatinya Rasul dan para sahabat sempat menangis karena berharap peristiwa kaum Tsamud tidak terulang pada kaum muslim.

Ayat-ayat tentang Nabi Shaleh as:
Hud 61-63, Al Qamar 27-28, Asy Syu'araa 155-159, Al A'raaf 77-78, Hud 65, An Naml 48-72, dan Adz Dzariyaat 44.



[1] Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid I, hlm. 120.